Untuk strategi pengembangan Islam di Indonesia, kita perlu bervisi ke depan. Karena budaya menyentuh seluruh aspek dan dimensi cara pandang, sikap hidup serta aktualisasinya dalam kehidupan manusia. Selain itu, gerakan kultural lebih integratif. Kita patut mencontoh metodologi Sunan Kalijaga dalam menyebarkan Islam di Tanah Jawa. Sunan Kalijaga begitu melihat proses keruntuhan feodalisme Majapahit, ia mendorong percepatan proses transformasi itu, justeru dengan menggunakan unsur-unsur lokal guna menopang efektifitas segi teknis dan operasionalnya. Salah satu yang ia gunakan adalah wayang.
Muqaddimah
Ketika seorang pakar menyentak kesadaran kita dengan isu mengganti "Assalamu'alaikum" dengan ucapan "Selamat Pagi" sebagai dalih sampel dari pribumisasi Islam, kita pun bertanya; "Apa tujuan di balik pernyataan itu?" Sikap pro dan kontra pun bermunculan. Kemudian pertanyaan tadi bisa dilanjutkan; apakah ada ketegangan antara agama yang cenderung permanen dengan budaya yang dinamis? Bagaimana hubungan ajaran agama yang universal dengan setting budaya lokal yang melingkupinya? Lalu, bagaimana sikap salaf dalam mengakomodasi tradisi dan nilai-nilai Islam. Kemudian apakah syara' menjustifikasi hal itu? Tulisan ini mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas.
Universalisme Islam
Universalisme (al-'Alamiyah) Islam adalah salah satu karakteristik Islam yang agung. Islam sebagai agama yang besar berkarakteristikkan: (1) Rabbaniyyah, (2) Insaniyyah (humanistik), (3) Syumul (totalitas) yang mencakup unsur keabadian, universalisme dan menyentuh semua aspek manusia (ruh, akal, hati dan badan), (4) Wasathiyah (moderat dan seimbang), (5) Waqi'iyah (realitas), (6) Jelas dan gamblang, (7) Integrasi antara al-Tsabat wa al-Murunah (permanen dan elastis).
Universalisme Islam yang dimaksud adalah bahwa risalah Islam ditujukan untuk semua umat, segenap ras dan bangsa serta untuk semua lapisan masyarakat. Ia bukan risalah untuk bangsa tertentu yang beranggapan bahwa dia-lah bangsa yang terpilih, dan karenanya semua manusia harus tunduk kepadanya.
Risalah Islam adalah hidayah Allah untuk segenap manusia dan rahmat-Nya untuk semua hamba-Nya. Manifesto ini termaktub abadi dalam firman-Nya: "Dan tidak Kami utus engkau (Muhammad) kecuali sebagai rahmah bagi seluruh alam". "Katakanlah (Muhammad) agar ia menjadi juru peringatan bagi seru sekalian alam.4
Ayat-ayat di atas yang nota bene Makkiyah, secara implisit membantah tuduhan sebagian orientalis yang menyatakan bahwa Muhammad Saw tidak memproklamirkan pengutusan dirinya untuk seluruh umat manusia pada awal kerisalahannya, akan tetapi setelah mendapat kemenangan atas bangsa Arab.5
Universalisme Islam menampakkan diri dalam berbagai manifestasi penting, dan yang terbaik adalah dalam ajaran-ajarannya.6 Ajaran-ajaran Islam yang mencakup aspek akidah, syari'ah dan akhlak (yang sering kali disempitkan oleh sebagian masyarakat menjadi hanya kesusilaan dan sikap hidup), menampakkan perhatiannya yang sangat besar terhadap persoalan utama kemanusiaan. Hal ini dapat dilihat dari enam tujuan umum syari'ah yaitu; menjamin keselamatan agama, badan, akal, keturunan, harta dan kehormatan. Selain itu risalah Islam juga menampilkan nilai-nilai kemasyarakatan (social values) yang luhur, yang bisa di katakan sebagai tujuan dasar syari'ah yaitu; keadilan, ukhuwwah, takaful, kebebasan dan kehormatan. 7
Semua ini akhirnya bermuara pada keadilan sosial dalam arti sebenarnya. Dan seperti kita tahu, bahwa pandangan hidup (world view, weltanschaung) yang paling jelas adalah pandangan keadilan sosial.8
Kosmopolitanisme Kebudayaan Islam
Selain merupakan pancaran makna Islam itu sendiri serta pandangan tentang kesatuan kenabian (wahdat al-nabawiyah; the unity of prophet) berdasarkan makna Islam itu, serta konsisten dengan semangat prinsip-prinsip itu semua, kosmopolitanisme budaya Islam juga mendapat pengesahan-pengesahan langsung dari kitab suci seperti suatu pengesahan berdasarkan konsep-konsep kesatuan kemanusiaan (wihdat al-insaniyah; the unity of humanity) yang merupakan kelanjutan konsep kemahaesaan Tuhan (wahdaniyat atau tauhid; the unity of god). Kesatuan asasi ummat manusia dan kemanusiaan itu ditegaskan dalam firman-firman:
"Ummat manusia itu tak lain adalah ummat yang tunggal, tapi kemudian mereka berselisih (sesama mereka) jika seandainya tidak ada keputusan (kalimah) yang telah terdahulu dari Tuhanmu, maka tentulah segala perkara yang mereka perselisihkan itu akan diselesaikan (sekarang juga)".9
"Ummat manusia itu dulunya adalah ummat yang tunggal, kemudian Allah mengutus para nabi untuk membawa kabar gembira dan memberi peringatan dan bersama para nabi itu diturunkannya kitab suci dengan membawa kebenaran, agar kitab suci itu dapat memberi keputusan tentang hal-hal yang mereka perselisihkan..." 10
Para pengikut Nabi Muhammad diingatkan untuk selalu menyadari sepenuhnya kesatuan kemanusiaan itu dan berdasarkan kesadaran itu mereka membentuk pandangan budaya kosmopolit, yaitu sebuah pola budaya yang konsep-konsep dasarnya meliputi, dan diambil dari dari seluruh budaya ummat manusia. 11
Refleksi dan manifestasi kosmopolitanisme Islam bisa dilacak dalam etalase sejarah kebudayaan Islam sejak jaman Rasulullah, baik dalam format non material seperti konsep-konsep pemikiran, maupun yang material seperti seni arsitektur bangunan dan sebagainya. Pada masa awal Islam, Rasulullah Saw berkhutbah hanya dinaungi sebuah pelepah kurma. Kemudian, tatkala kuantitas kaum muslimin mulai bertambah banyak, dipanggillah seorang tukang kayu Romawi. Ia membuatkan untuk Nabi sebuah mimbar dengan tiga tingkatan yang dipakai untuk khutbah Jumat dan munasabah-munasabah lainnya. Kemudian dalam perang Ahzab, Rasul menerima saran Salman al-Farisy untuk membuat parit (khandaq) di sekitar Madinah. Metode ini adalah salah satu metode pertahanan ala Persi. Rasul mengagumi dan melaksanakan saran itu. Beliau tidak mengatakan: "Ini metode Majusi, kita tidak memakainya!". Para sahabat juga meniru manajemen administrasi dan keuangan dari Persi, Romawi dan lainnya. Mereka tidak ! keberatan dengan hal itu selama menciptakan kemashlahatan dan tidak bertentangan dengan nas. Sistem pajak jaman itu diadopsi dari Persi sedang sistem perkantoran (diwan) berasal dari Romawi.12
Pengaruh filsafat Yunani dan budaya Yunani (hellenisme) pada umumnya dalam sejarah perkembangan pemikiran Islam sudah bukan merupakan hal baru lagi. Seperti halnya budaya Yunani, budaya Persia juga amat besar sahamnya dalam pengembangan budaya Islam. Jika dinasti Umawiyah di Damascus menggunakan sistem administratif dan birokratif Byzantium dalam menjalankan pemerintahannya, dinasti Abbasiyah di Baghdad (dekat Tesiphon, ibu kota dinasti Persi Sasan) meminjam sistem Persia. Dan dalam pemikiran, tidak sedikit pengaruh-pengaruh Persianisme atau Aryanisme (Iranisme) yang masuk ke dalam sistem Islam. Hal ini terpantul dengan jelas dalam buku al-Ghazali (ia sendiri orang Parsi), Nashihat al-Mulk, siyasat namah (pedoman pemerintahan), yang juga banyak menggunakan bahan-bahan pemikiran Persi. 13
Islam, Bias Arabisme dan Akulturasi Timbal Balik dengan Budaya Lokal
Walaupun Islam sebagai agama bersifat universal yang menembus batas-batas bangsa, ras, klan dan peradaban, tak bisa dinapikan bahwa unsur Arab mempunyai beberapa keistimewaan dalam Islam. Ada hubungan kuat yang mengisyaratkan ketiadaan kontradiksi antara Islam sebagai agama dengan unsur Arab. Menurut Dr. Imarah, hal ini bisa dilihat dari beberapa hal :
Pertama, Islam diturunkan kepada Muhammad bin Abdullah, seorang Arab. Juga, mukjizat terbesar agama ini, al-Quran, didatangkan dengan bahasa Arab yang jelas (al-Mubin), yang dengan ketinggian sastranya dapat mengungguli para sastrawan terkemuka Arab sepanjang sejarah. Sebagaimana memahami dan menguasai al-Quran sangat sulit dengan bahasa apapun selain Arab. Implikasinya, Islam menuntut pemeluknya jika ingin menyelami dan mendalami makna kandungan al-Quran, maka hendaknya mengarabkan diri.
Kedua, dalam menyiarkan dakwah Islam yang universal, bangsa Arab berada di garda depan, dengan pimpinan kearaban Nabi dan al-Quran, kebangkitan realita Arab dari segi "sebab turunnya wahyu" dengan peran sebagai buku catatan interpretatif terhadap al-Qur'an dan lokasi dimulainya dakwah di jazirah Arab sebagai "peleton pertama terdepan" di barisan tentara dakwahnya.
Ketiga, jika agama-agama terdahulu mempunyai karakteristik yang sesuai dengan konsep Islam lokal, kondisional dan temporal, pada saat Islam berkarakteristikkan universal dan mondial, maka posisi mereka sebagai "garda terdepan" agama Islam adalah menembus batas wilayah mereka.14
Walaupun begitu, menurut pengamatan Ibnu Khaldun, seorang sosiolog dan sejarawan muslim terkemuka, bahwa di antara hal aneh tapi nyata bahwa mayoritas ulama dan cendekiawan dalam agama Islam adalah 'ajam (non Arab), baik dalam ilmu-ilmu syari'at maupun ilmu-ilmu akal. Kalau toh diantara mereka orang Arab secara nasab, tetapi mereka 'ajam dalam bahasa, lingkungan pendidikan dan gurunya. 15
Lebih lanjut, Ibnu Khaldun menjelaskan bahwa bersamaan dengan meluasnya daerah Islam, muncullah banyak masalah dan bid'ah, bahasa Arab sudah mulai terpolusikan, maka dibutuhkan kaidah-kaidah Nahwu. Ilmu-ilmu syari'at menjadi keterampilan atau keahlian istinbath, deduktif, teoritisasi dan analogi. Ia membutuhkan ilmu-ilmu pendukung yang menjadi cara-cara dan metode-metode berupa pengetahuan undang-undang bahasa Arab dan aturan-aturan istinbath, qiyas yang diserap dari aqidah-aqidah keimanan berikut dalil-dalilnya, karena saat itu muncul bid'ah-bid'ah dan ilhad (atheisme). Maka jadilah ilmu-ilmu ini semua ilmu-ilmu keterampilan yang membutuhkan pengajaran. Hal ini masuk dalam golongan komoditi industri, dan sebagaimana telah dijelaskan, bahwa komoditi industri adalah peradaban orang kota sedangkan orang Arab adalah sangat jauh dari hal ini.16 Ibnu Khaldun menyebutkan, intelektual-intelektual yang mempunyai kontribusi sangat besar dalam ilmu Nahwu seperti Imam Sibawaih, al-Farisi, dan al-Zujjaj. Mereka semua adalah 'ajam. Begitu juga intelektual-intelektual dalam bidang hadits, ushul fiqih, ilmu kalam dan tafsir. Benarlah sabda Rasulullah; "Jika saja ilmu digantungkan diatas langit, maka akan diraih oleh orang-orang dari Persia".17
Kita lihat juga bahwa budaya Persia; budaya yang pernah jaya dan saat Islam masuk; ia sedang menyusut, adalah memiliki pengaruh yang demikian dalam, luas, dinamis dan kreatif terhadap perkembangan peradaban Islam. Lihat saja al-Ghazali, meskipun ia kebanyakan menulis dalam bahasa Arab sesuai konvesi besar kesarjanaan saat itu, ia juga menulis beberapa buku dalam bahasa Persi. Lebih dari itu, dalam menjabarkan berbagai ide dan argumennya, dalam menandaskan mutlaknya nilai keadilan ditegakkan oleh para penguasa, ia menyebut sebagai contoh pemimpin yang adil itu tidak hanya Nabi saw dan para khalifah bijaksana khususnya Umar bin Khattab, tetapi juga Annushirwan, seorang raja Persia dari dinasti Sasan.18
Menarik untuk diketengahkan juga walaupun saat ini Persia atau Iran menjadikan Syiah sebagai madzhab, namun lima dari penulis kumpulan hadits Sunni dan Kutub as-Sittah berasal dari Persia. Mereka adalah Imam Bukhari, Imam Muslim al-Naisaburi, Imam Abu Dawud al-Sijistani, Imam al Turmudzi dan Imam al-Nasai.
Dari paparan di atas, menunjukkan kepada kita betapa kebudayaan dan peradaban Islam dibangun diatas kombinasi nilai ketaqwaan, persamaan dan kreatifitas dari dalam diri Islam yang universal dengan akulturasi timbal balik dari budaya-budaya lokal luar Arab yang terislamkan. Pun tidak hendak mempertentangkan antara Arab dan non Arab. Semuanya tetap bersatu dalam label "muslim".
"Yang terbaik dan termulia adalah yang paling taqwa".19
"yang paling suci, yang paling banyak dan ikhlas kontribusi amal-nya untuk kemulian Islam".20
Akulturasi Islam dengan Budaya di Indonesia
Seperti di kemukakan di atas, Islam adalah agama yang berkarakteristikkan universal, dengan pandangan hidup (weltanchaung) mengenai persamaan, keadilan, takaful, kebebasan dan kehormatan serta memiliki konsep teosentrisme yang humanistik sebagai nilai inti (core value) dari seluruh ajaran Islam, dan karenanya menjadi tema peradaban Islam.21
Pada saat yang sama, dalam menerjemahkan konsep-konsep langitnya ke bumi, Islam mempunyai karakter dinamis, elastis dan akomodatif dengan budaya lokal, selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam itu sendiri. Permasalahannya terletak pada tata cara dan teknis pelaksanaan. Inilah yang diistilahkan Gus Dur dengan "pribumisasi Islam".
Upaya rekonsiliasi memang wajar antara agama dan budaya di Indonesia dan telah dilakukan sejak lama serta bisa dilacak bukti-buktinya. Masjid Demak adalah contoh konkrit dari upaya rekonsiliasi atau akomodasi itu. Ranggon atau atap yang berlapis pada masa tersebut diambil dari konsep 'Meru' dari masa pra Islam (Hindu-Budha) yang terdiri dari sembilan susun. Sunan Kalijaga memotongnya menjadi tiga susun saja, hal ini melambangkan tiga tahap keberagamaan seorang muslim; iman, Islam dan ihsan. Pada mulanya, orang baru beriman saja kemudian ia melaksanakan Islam ketika telah menyadari pentingnya syariat. Barulah ia memasuki tingkat yang lebih tinggi lagi (ihsan) dengan jalan mendalami tasawuf, hakikat dan makrifat.22
Hal ini berbeda dengan Kristen yang membuat gereja dengan arsitektur asing, arsitektur Barat. Kasus ini memperlihatkan bahwa Islam lebih toleran terhadap budaya lokal. Budha masuk ke Indonesia dengan membawa stupa, demikian juga Hindu. Islam, sementara itu tidak memindahkan simbol-simbol budaya Islam Timur Tengah ke Indonesia. Hanya akhir-akhir ini saja bentuk kubah disesuaikan. Dengan fakta ini, terbukti bahwa Islam tidak anti budaya. Semua unsur budaya dapat disesuaikan dalam Islam. Pengaruh arsitektur India misalnya, sangat jelas terlihat dalam bangunan-bangunan mesjidnya, demikian juga pengaruh arsitektur khas mediterania. Budaya Islam memiliki begitu banyak varian. 23
Yang patut diamati pula, kebudayaan populer di Indonesia banyak sekali menyerap konsep-konsep dan simbol-simbol Islam, sehingga seringkali tampak bahwa Islam muncul sebagai sumber kebudayaan yang penting dalam kebudayaan populer di Indonesia.
Kosakata bahasa Jawa maupun Melayu banyak mengadopsi konsep-konsep Islam. Taruhlah, dengan mengabaikan istilah-istilah kata benda yang banyak sekali dipinjam dari bahasa Arab, bahasa Jawa dan Melayu juga menyerap kata-kata atau istilah-istilah yang berkenaan dengan ilmu pengetahuan. Istilah-istilah seperti wahyu, ilham atau wali misalnya, adalah istilah-istilah pinjaman untuk mencakup konsep-konsep baru yang sebelumnya tidak pernah dikenal dalam khazanah budaya populer. 24
Dalam hal penggunaan istilah-istilah yang diadopsi dari Islam, tentunya perlu membedakan mana yang "Arabi-sasi", mana yang "Islamisasi". Penggunaan dan sosialisasi terma-terma Islam sebagai manifestasi simbolik dari Islam tetap penting dan signifikan serta bukan seperti yang dikatakan Gus Dur, menyibukkan dengan masalah-masalah semu atau hanya bersifat pinggiran. 25 Begitu juga penggunaan term shalat sebagai ganti dari sembahyang (berasal dari kata 'nyembah sang Hyang') adalah proses Islamisasi bukannya Arabisasi. Makna substansial dari shalat mencakup dimensi individual-komunal dan dimensi peribumisasi nilai-nilai substansial ini ke alam nyata. Adalah naif juga mengganti salam Islam "Assalamu'alaikum" dengan "Selamat Pagi, Siang, Sore ataupun Malam". Sebab esensi doa dan penghormatan yang terkandung dalam salam tidak terdapat dalam ucapan "Selamat Pagi" yang cenderung basa-basi, selain salam itu sendiri memang dianjurkan oleh Allah swt dan Rasul-Nya.
'Urf sebagai justifikasi yang dinamis
Dalam syariat Islam yang dinamis dan elastis, terdapat landasan hukum yang dinamakan 'urf. 'Urf adalah sesuatu yang menjadi kebiasaan dan dijalankan oleh manusia, baik berupa perbuatan yang terlakoni diantara mereka atau lafadz yang biasa mereka ucapkan untuk makna khusus yang tidak dipakai (yang sedang baku). 26
Dari segi shahih tidaknya, 'urf terbagi dua: 'urf shahih dan fasid. Yang pertama adalah adat kebiasaan manusia yang mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram, seperti kebiasaan seorang istri tidak dapat pindah ke rumah suaminya kecuali setelah menerima sebagian dari mahar, karena mahar terbagi dua; ada yang didahulukan dan ada yang diakhirkan. Sedangkan yang diberikan oleh si peminang pada saat tunangan di anggap hadiah bukan bagian dari mahar.27 'Urf Shahih ini wajib diperhatikan dalam proses pembuatan hukum dan pemutusan hukum di pengadilan yang disebabkan adat kebiasaan manusia, kebutuhan dan kemashlahatan mereka. 'Urf Fasid adalah adat kebiasaan manusia menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal seperti kebiasaan makan riba, ikhthilath (campur baur) antara pria dan wanita dalam pesta. 28 'Urf ini tidak boleh digunakan sumber hukum, karena bertentangan dengan syariat.
Validitas 'urf dalam syariah diambil dari ayat; "Berilah permaafan, perintahkan dengan yang makruf dan berpalinglah dari orang-orang yang bodoh". 29 "Dan dari ucapan Ibnu Mas'ud; "Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin, maka menurut Allah adalah baik. Dan sebaliknya yang dipandang jelek oleh mereka, menurut Allah adalah jelek". 30
Dari dua dalil ini para fuqaha madzahib arba'ah menjadikan 'urf sebagai landasan hukum.
Dalam banyak hal, syara' tidak memberikan batasan-batasan yang kaku, akan tetapi memberikan kelonggaran kepada 'urf untuk menentukan hukumnya. Seperti dalam ayat; "Kewajiban suami memberikan rizki dan pakaian kepada mereka (isteri-isterinya) dengan makruf. 31 "Dan bagi wanita-wanita yang ditalak, (berhak diberi) harta secara makruf". 32
Artinya, 'ufrlah yang menghukumi dan membatasi nafkah kepada istri dan harta mut'ah bagi isteri yang ditalak.
Karenanya, ulama ushul merumuskan sebuah kaidah, "al-'adah muhakkamah". Dan 'urf memiliki i'tibar (pertimbangan) dalam syara'. Imam Malik membangun banyak hukum-hukumnya atas dasar amal penduduk Madinah. Abu Hanifah dan pengikutnya berselisih pendapat dalam beberapa masalah karena menimbang perbedaan 'urf. Al-Syafi'i tatkala tinggal di Mesir merubah sebagian hukum yang ia tetapkan di Bagdhad karena perbedaan 'urf.33 Bahkan, Imam al-Qarafi al-Maliki, menjelaskan dalam kitabnya; "al-Ahkam", bahwa melanggengkan hukum-hukum yang dasarnya 'urf dan adat, sementara adat kebiasaan itu selalu berubah adalah menyalahi ijma' dan tidak mengetahui agama. 34
Khatimah
Jika demikian, jelaslah perjalanan sejarah rekonsiliasi antara Islam sebagai agama dan budaya lokal yang melingkupinya serta adanya landasan hukum legitimatif dari syara' berupa 'urf dan mashlahah. Maka untuk strategi pengembangan budaya Islam di Indonesia, kita perlu bervisi ke depan. Kenapa harus budaya? Karena budaya menyentuh seluruh aspek dan dimensi cara pandang, sikap hidup serta aktualisasinya dalam kehidupan manusia. Selain itu, gerakan kultural lebih integratif dan massal sifatnya. Sehubungan dengan hal ini, kita patut mencontoh metodologi Sunan Kalijaga dalam menyebarkan Islam di Tanah Jawa. Sunan Kalijaga begitu melihat proses keruntuhan feodalisme Maja pahit dan digantikan oleh egalitarianisme Islam, ia mendorong percepatan proses transformasi itu, justeru dengan menggunakan unsur-unsur lokal guna menopang efektifitas segi teknis dan operasionalnya. Salah satu yang ia gunakan adalah wayang, juga gamelan yang dalam gabungannya dengan unsur-unsur upacara Islam populer adalah menghasilkan tradisi sekatenan di pusat-pusat kekuasaan Islam seperti Cirebon, Demak, Yogyakarta dan Surakarta. Dalam seni musik Islam misalnya, yang mengandung elemen-elemen isi, tujuan, cara penyajian yang islami, kenapa justru alat musiknya seperti rebana yang lebih diperhatikan.35 Alat musik itu, menurut hemat saya, masuk dalam katagori 'urf. Ia bisa berubah sesuai dengan perkembangan jaman. **
BILA DOA MUDAH & CEPAT DIKABULKAN?
Berdoa merupakan salah satu daripada elemen yang penting dalam kehidupan seseorang Muslim. Ia adalah pengakuan hamba terhadap kekuasaan Allah yang mutlak ke atas segala yang berlaku, manakala dari segi yang lain pula ia adalah bentuk pengabdian seorang hamba kerana hadirnya perasaan berhajat kepada Allah Subahanahu Wataala.
Sementara itu doa adalah penggerak dalaman yang memberikan kekuatan, keyakinan, harapan dan keberkatan dalam apa jua amal perbuatan. Maka tidak hairan di dalam Islam setiap langkah sesuatu perbuatan, ada doa-doa tertentu yang digalak supaya diamalkan sama ada sebelum memulakan sesuatu perbuatan ataupun selepas melakukannya.
Kelebihan atau fadhilat doa itu pula amat besar dan banyak sekali. Melalui doa, keampunan dan rahmat diperolehi, dan melalui doa juga musibah dan kesusahan terhindar. Pendeknya, jika Allah menghendaki dan merestui doa hambaNya, tiadak ada satu daya kuasa pun yang dapat menghalangnya dan Allah tidak akan mensia-siakan keikhlasan orang yang berdoa itu.
Persoalan yang timbul sekarang ini ialah bilakah waktunya doa mudah dan cepat dikabulkan? Apabila seorang hamba berdoa kepada Allah, nescaya Allah akan mengabulkan doanya dan tidak akan membiarkan doanya itu kosong sahaja. Tetapi perlu diingat bahawa untuk mendapat doa yang dimakbulkan, adab-adab atau peraturan berdoa mestilah dipelihara oleh setiap orang yang berdoa.
Di antara tuntutan dan etika berdoa itu ialah:
• Memelihara sumber rezeki seperti makan, minum dan pakaian daripada sumber yang haram.
• Berwudhu dan memulakan serta mengakhiri doa dengan menyebut dan memuji nama Allah serta berselawat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.
• Berdoa dengan jalan bertawassul dengan amal salih.
• Berdoa dengan mengadap qiblat dan mengangkat dua tangan sekira-kira nampak putih ketiak dan menyapu kedua tapak tangan ke muka setelah selesai berdoa.
• Bersungguh-sungguh dalam berdoa dan merasa penuh yakin akan diperkenankan.
• Berdoa dengan disertai keredhaan hati, khusyuk jiwa yang tulus ikhlas, merendahkan suara di antara berbisik dan nyaring dan diiringi dengan perasaan takut terhadap azab Allah dan penuh harapan dengan limpah kurniaNya.
• Tidak berdoa dengan sesuatu yang tidak selayaknya.
• Berterusan berdoa dan mengulang-ulang doa sebanyak tiga kali dan tidak berputus asa serta tergesa-gesa dengan menganggap doa tidak dikabulkan.
• Memilih dan mengutamakan waktu-waktu dan tempat atau ketika doa mudah dan cepat dikabulkan. Diantaranya:
i. Di satu pertiga akhir waktu malam dan selepas menunaikan sembahyang fardhu.
ii. Ketika Lailatulqadar.
iii. Hari Arafah.
iv. Di bulan Ramadhan.
v. Hari dan malam Jummat.
vi. Di antara azan dan iqamah.
vii. Ketika berhadapan dengan musuh di dalam peperangan.
viii. Ketika sujud di dalam sembahyang.
xi. Ketika mendengar kokokan ayam.
x. Ketika waktu hujan.
xi. Ketika meminum air Zam-Zam.
xii.Ketika membaca al-Qur’an terutama apabila khatam.
xiii Di tempat-tempat yang mulia kerana keberkatan dan kemuliaannya yang dikurniakan oleh Allah seperti di Masjid Al-Haram, masjid An-Nabawi dan Masjid Al-Aqsa.
Begitulah etika dan waktu doa mudah dimakbulkan. Berdoa menunjukkan ingatan kepada Allah yang Maha Berkuasa. Mengingat Allah hendaklah dilakukan pada setiap masa, sama ada di waktu senang mahupun susah. Begitulah juga dengan amalan berdoa, hendaklah dilakukan setiap masa, lebih-lebih lagi di waktu senang dan susah doa akan mudah diperkenankan.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiallahu anhu
Maksudnya : "Sesiapa yang suka supaya dikabulkan doanya oleh Allah di waktu kesulitan dan kesusahan, maka hendaklah dia memperbanyakkan doa di waktu sengan".
(Hadis riwayat at-Tirmidzi)
MEMBINA GENERASI MASJID
PERSEPSI sesetengah remaja Islam di negara ini terhadap institusi masjid agak terbatas. Pada mereka fungsi masjid hanyalah sebagai tempat ibadat semata-mata. Semua urusan ibadat perlu disempurnakan di masjid sedangkan perancangan dan kegiatan hidup yang lain difikirkan tidak wajar dibereskan di tempat itu.
Kecenderungan pemikiran sedemikian mempunyai implikasi bukan sahaja terhadap masjid sebagai satu institusi unggul dalam Islam, malah dalam menentukan maju mundur ummah. Budaya yang menganggap masjid hanya sebagai tempat menunaikan solat perlu dikikis dengan segera dan para remaja serta masyarakat perlu ditanam dengan semangat baru bagi mencari erti sebenar pembinaan sebuah masjid. Usaha-usaha juga perlu dijalankan bagi menarik masyarakat Islam terutamanya para remaja untuk mengunjungi masjid-masjid.
Para remaja perlu memahami bahawa masjid adalah rumah Allah yang suci, yang mempunyai taraf dan kedudukan paling istimewa di sisi Allah S.W.T. dan Rasul-Nya. Masjid sebagai pusat ibadat, pusat pengembangan ilmu dan penyebaran dakwah Islamiah, di samping menjadi pusat kebajikan dan perpaduan umat Islam setempat.
Sesuai dengan kemuliaan dan kebersihannya, masjid adalah tempat paling cocok untuk solat, beri’tikaf, membaca al-Quran, berzikir, bermuhasabah dan sebagainya. Pendek kata kerja mengimarahkan masjid dengan pelbagai bentuk ibadat amatlah dituntut. Ini selaras dengan firman Allah S.W.T. dalam surah at-Taubah ayat ke-18 yang bermaksud:
“Sesungguhnya yang layak memakmurkan masjid-masjid Allah itu adalah terdiri daripada orang yang beriman kepada Allah dan hari Akhirat, mendirikan solat, menunaikan zakat dan tidak takut melainkan Allah. (Dengan adanya sifat-sifat tersebut), maka adalah diharapkan mereka menjadi golongan yang mendapat petunjuk.”
Abu Said al- Khudri mengatakan bahawa Rasulullah s.a.w. bersabda maksudnya:
“Apabila kamu melihat seseorang itu rajin ke masjid, maka hendaklah kamu menjadi saksi bahawa dia benar-benar beriman.”
Berdasarkan keterangan yang tersebut di atas tadi, maka jelaslah kepada kita bahawa masjid mempunyai fungsi yang besar sebagai institusi masyarakat Islam setempat yang penting, untuk membangun jiwa dan keperibadian Islam yang baik.
Para remaja wajib mencintai masjid, memakmurkannya dengan cara selalu hadir ke masjid untuk tujuan solat berjemaah dan melakukan i’tikaf, berzikir, membaca al-Quran dan sebagainya. Di samping itu mengikuti majlis-majlis ilmu dan turut menjayakan apa jua aktiviti yang mendatangkan manfaat dan kebaikan kepada Islam dan umatnya.
FUNGSI MASJID PADA ZAMAN RASULULLAH S.A.W.
Setelah Rasulullah (s.a.w.) berhijrah ke Kota Madinah, baginda telah membina masjid Quba’, yang menjadi masjid pertama pada zaman awal perkembangan agama Islam. Jika diperhatikan walaupun hanya beberapa hari Rasulullah (s.a.w.) berada di Quba’, dalam perjalanan baginda ke Madinah, baginda telah berusaha membina masjid.
Sekiranya masjid itu dibina hanya semata-mata untuk dijadikan tempat sembahyang maka sudah tentu ia tidak memerlukan pembinaan yang segera, tetapi oleh kerana Rasulullah (s.a.w.) melihat masjid memberikan pengertian yang lebih besar maka Rasulullah (s.a.w.) memberi keutamaan kepadanya.
Masjid adalah lambang syiar Islam dan kedaulatannya, ia merupakan pusat yang menghubungkan antara hamba dengan Penciptanya. Pembinaannya menunjukkan masjid mempunyai peranan yang besar dan agung bagi umat Islam dan sebagai pusat perkembangan agama mereka.
Kita lihat setelah baginda Rasulullah (s.a.w.) tiba di Madinah, baginda telah mengambil beberapa langkah yang berkesan untuk mewujudkan perpaduan yang kukuh di kalangan penduduk Islam di Madinah. Antara langkah-langkah segera yang diambil oleh Rasulullah (s.a.w.) ialah mendirikan masjid (yang terkenal dengan nama “Masjid Nabawi”) dan bermula dari sinilah terpancarnya cahaya Islam, pancaran ilmu, keharmonian ihsan dan ketinggian akhlak umat Islam di seluruh pelosok dunia. Di samping itu baginda telah menjadikan masjid sebagai pusat ibadat, pusat pemerintahan dan pentadbiran negara, nadi gerakan Islam dan penggerak kegiatan masyarakat, tempat menuntut hak dan keadilan, markas tentera dan pertahanan, pusat kebajikan, gedung ilmu serta pusat hubungan dengan Allah dan manusia sesama manusia.
Kita boleh menyatakan bahawa fungsi masjid ketika itu amat besar dan ketara sekali. Ia melambangkan paduan dalam urusan dunia dan akhirat. Kesempurnaan Islam sebagai ad-Din telah berjaya digambarkan oleh Rasulullah (s.a.w.) melalui peranan dan fungsi masjid ini.
KEADAAN MASJID PADA HARI INI
Secara umum, apabila kita menyebut perkataan masjid, maka terbayanglah di fikiran kita bahawa ianya adalah tempat umat Islam bersembahyang berjemaah dan berjumaat, diadakan kelas-kelas fardhu ain, ceramah dan syarahan agama terutama ketika sempena perayaan hari-hari kebesaran Islam seperti Maulidur Rasul, Ma’al hijrah dan sebagainya.
Terbayang juga di fikiran kita bahawa kebanyakan masjid seluruh negara ini merupakan bangunan indah tersergam, alat-alat dan kelengkapan pada umumnya mencukupi dan sempurna, ia dihampar permaidani yang indah, dihiasi ukiran ayat-ayat al-Quran dan hadith Rasulullah (s.a.w.) di dalamnya, namun bangunan yang tersergam indah ini serta kemudahan yang wujud itu seolah-olah tidak sempurna, kosong, tidak bersemangat dan kurang berfungsi.
Ternyatalah masjid di negara ini indah tetapi kurang dimanfaatkan. Ia tidak diimarahkan dengan sewajarnya. Ia lebih merupakan lambang kemegahan yang membayangkan status kedudukan agama Islam dari segi tempat, bangunan dan kelengkapan bukan dari segi pengisian dan penghayatan sedangkan kedua-dua aspek ini menjadi matlamat utama pembinaannya. Kejayaan sesebuah masjid bergantung kepada sejauh mana peranan dan fungsinya dijalankan. Demikianlah perbandingan fungsi dan peranan masjid yang wujud pada zaman Rasulullah (s.a.w) dengan masjid yang wujud pada masa ini. Perbezaan yang terdapat antara kedua-duanya memerlukan kita berfikir dan bertindak untuk mengimarahkan semula masjid-masjid berdasarkan tuntutan Islam serta bertepatan pula dengan peranan dan fungsi masjid yang sebenar.
KELEBIHAN MASJID
Islam sangat menggalakkan pembinaan masjid dan mengimarahkannya, Rasulullah (s.a.w) pernah bersabda yang bermaksud:
“Sesiapa yang membina sesebuah masjid kerana menuntut keredhaan Allah S.W.T., Allah akan membina untuknya sebuah mahligai di dalam syurga”.
Allah telah menjadikan masjid tempat yang mulia di sisi-Nya, ianya juga terkenal dengan nama “Baitul Allah”.
Dalam hal ini baginda Rasulullah (s.a.w.) bersabda yang bermaksud:
“Tempat yang paling dibenci oleh Allah di sesebuah negeri itu ialah pasarnya manakala tempat yang paling disukai oleh Allah di sesebuah negeri itu ialah masjid-masjidnya”.
Di dalam hadith yang lain, dalam memperlihatkan kelebihan masjid Rasulullah (s.a.w) pernah bersabda:
“Apabila kamu melihat seseorang lelaki yang berulang-alik ke masjid maka saksikanlah baginya dengan keimanan”.
Selain daripada itu, Rasulullah (s.a.w.) juga menegaskan tentang kelebihan masjid kepada umat Islam terutama sekali kepada golongan pemuda, iaitu antara manusia yang mendapat perlindungan Allah pada hari Qiamat ialah pemuda yang hatinya sentiasa ingat kepada masjid.
Antara kelebihan masjid, Rasulullah (s.a.w) memberi jaminan kepada orang yang sentiasa sembahyang berjemaah di dalamnya. Sabda baginda yang bermaksud:
“Seorang Muslim yang sentiasa pergi ke masjid untuk sembahyang dan mengingati Allah, Allah amat bergembira dengan kedatangannya sebagaimana ahli keluarga amat gembira dengan kedatangan keluarga yang lain”.
Sabda baginda lagi,
"Sesiapa yang pergi ke masjid, Allah akan menyediakan untuknya hidangan di dalam Syurga, setiap kali ia pergi dan balik".
Hadith di atas menerangkan bahawa orang yang mendapat kebaikan daripada masjid ialah mereka yang melakukan amalan soleh dan taqwa. Orang-orang yang sedemikian itulah juga yang layak dan berhak untuk mendapatkan ganjaran baik daripada Allah terhadap amalan-amalan soleh yang mereka lakukan, kerana Allah telah menyediakan kelebihan pada masjid-masjid.
PERANAN REMAJA KE ARAH PEMBINAAN GENERASI ISLAM
Peranan remaja merupakan tonggak utama kemajuan dan kekuatan sesebuah negara. Kita dapati dalam sesebuah masyarakat yang maju dan suasana persekitaran yang baik adalah lantaran wujudnya remaja yang berpotensi, optimistik dan baik akhlaknya. Apabila masyarakat itu baik, maka secara tidak langsung negara turut maju dan aman. Namun yang menjadi masalah kita hari ini ialah masih wujud para remaja yang tidak tahu apakah sebenarnya peranan diri mereka sama ada untuk diri mereka sendiri, keluarga, masyarakat ataupun negara.
Sejarah telah membuktikan bahawa golongan pemuda merupakan golongan yang paling berperanan di dalam perkembangan dakwah Islam. Rasulullah (s.a.w) sendiri sewaktu menerima wahyu yang pertama berusia 40 tahun. Sementara Saidina Abu Bakar dan Saidina Umar masing-masing berumur 37 dan 27 tahun sewaktu menerima Islam. Islam sangat mengambil berat tentang remaja. Di dalam al-Quran banyak terdapat ayat-ayat yang mengisahkan tentang peranan dan perjuangan remaja. Antaranya ialah menceritakan tentang kisah beberapa orang remaja yang lari ke gua kerana hendak menyelamatkan aqidah mereka dari kekejaman seorang raja.
Firman Allah S.W.T yang bermaksud:
“(Ingat peristiwa) tatkala serombongan orang-orang muda pergi ke gua, lalu mereka berdoa: “Wahai Tuhan kami! Kurniakanlah kami rahmat dari sisi-Mu dan berikanlah kemudahan-kemudahan serta pimpinan kepada kami untuk keselamatan agama kami”.
(Al-Kahfi: 10)
Allah juga menyebutkan tentang wasiat Luqman kepada anaknya supaya tidak menyekutukan Allah, menyedarkan bahawa Allah S.W.T. Maha Mengetahui segala-galanya, mendirikan sembahyang, tidak merasa angkuh dan sentiasa bersederhana dalam tingkah laku.
Firman Allah S.W.T. yang bermaksud:
“Wahai anak kesayanganku, dirikan sembahyang, suruhlah berbuat kebaikan dan larang daripada melakukan perbuatan yang mungkar dan bersabarlah atas segala bala bencana yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu adalah dari perkara-perkara yang dikehendaki diambil berat melakukannya”.
(Luqman:17)
Dalam sebuah hadith Rasulullah (s.a.w) bersabda yang bermaksud:
“Tujuh golongan manusia yang mendapat perlindungan Arasy daripada Allah di akhirat kelak, yang mana pada hari itu tidak ada sebarang lindungan selain daripada lindungan tersebut. Antara golongan yang mendapat lindungan tersebut ialah pemuda yang sepanjang umurnya sentiasa tertumpu kepada masjid”.
(Riwayat As-Syeikhan)
Hadith tersebut menekankan tentang sikap remaja yang sentiasa merujukkan segala permasalahan hidup yang dihadapinya. Permasalahan bukan sahaja kepada dirinya tetapi juga dengan masyarakat dan negara.
Remaja yang menjadikan masjid sebagai sumber rujukan sudah pasti akan memperlihatkan watak yang lebih jelas dalam setiap tindak-tanduknya. Ia akan menjadikan dirinya model serta sebagai perantara masjid dengan masyarakat. Apabila ini terjadi maka remaja akan menjadi rujukan pula kepada masyarakat. Demikianlah fungsi remaja yang sebenarnya seperti yang dikehendaki oleh Islam.
Di dalam sebuah hadith yang lain Rasulullah (s.a.w) berabda yang bermaksud:
“Sesungguhnya Allah sangat-sangat kagum terhadap pemuda (remaja) yang tidak didapati pada dirinya keruntuhan moral dan akhlak”.
(Riwayat Ahmad dan Abu Ya’la)
Pada zaman Rasulullah (s.a.w) didapati remaja Islam begitu gigih dan beriman. Golongan merekalah yang mencatatkan sejarah yang agung ke arah mengembangkan dakwah Islam. Remaja-remaja Islam pada zaman itu merupakan pembawa panji-panji Islam yang sentiasa tersebar dan berkibar dalam satu kawasan geografi yang luas. Keluasannya meliputi empayar Rom dan Parsi. Kekuatan yang ada pada remaja Islam pada masa itu ditunjangi oleh mereka seperti Abdullah bin Mas’ud, Abd.Rahman bin Auf, Said bin Zaid dan ramai lagi. Memang tidak dinafikan ketabahan dan ketulenan jiwa mereka sentiasa direstui oleh Allah S.W.T. sama ada di bawah pimpinan Rasulullah (s.a.w) mahupun sahabat-sahabat baginda yang menjadi khalifah kemudiannya.
Sejarah Islam telah membuktikan bagaimana peranan dua remaja yang mengharumkan nama Islam iaitu Saidina Ali bin Abi Talib dan Usamah bin Zaid yang memainkan peranan dalam perkembangan Islam. Saidina Ali sanggup menggantikan tempat tidur Rasulullah semasa Rasulullah dikepung oleh pemuda-pemuda Qurish sedangkan ia tahu nyawanya terancam. Manakala Usamah bin Zaid dalam usia remaja beliau telah menerima amanah yang besar daripada Abu Bakar As-Sidiq untuk memimpin satu bala tentera ke medan jihad sebagai pengganti ayahnya.
Demikianlah pengiktirafan Islam terhadap peranan golongan remaja yang menunjukkan contoh perjuangan Islam yang dapat menyayangi golongan yang lebih tua kepada mereka.
Peranan remaja menentukan jatuh bangunnya sesebuah negara. Remaja yang baik akan mewujudkan negara yang maju dan seimbang dalam semua bidang rohani dan jasmani. Sebaliknya remaja yang tidak baik atau yang tidak mempunyai kesedaran adalah merugikan, malah melemahkan masyarakat dan negara.
Pembentukan sesebuah negara yang baik dan maju haruslah bermula dari pembentukan individu yang baik terlebih dahulu, kemudian disusuli pula dengan pembentukan keluarga yang baik, kemudian dari keluarga yang baik ini akan mewujudkan sebuah masyarakat yang baik. Seterusnya melalui masyarakat yang baik akan tertegaklah sebuah negara yang baik dan maju. Ini bertepatan dengan apa yang dikehendaki oleh akal, negara yang sejahtera dan mendapat keampunan daripada Allah.
FENOMENA REMAJA PADA HARI INI
Secara umum minat golongan remaja untuk menghayati dan mempraktikkan ajaran Islam dalam kehidupan seharian mereka adalah berbeza-beza berdasarkan perbezaan latar belakang, taraf intelektual dan pengaruh persekitaran masing-masing. Dengan demikian didapati di sesetengah tempat, masjid penuh dengan golongan ini, manakala di sesetengah tempat lain tidak pula.
Satu perkara yang tidak wajar dilupakan bahawa kesan kebangkitan Islam pada dekad 70an banyak memberi pengaruh kepada kecenderungan masyarakat, termasuk golongan remaja, untuk memenuhi masjid-masjid yang sebelumnya menjadi kunjungan sebahagian kecil orang-orang dewasa. Petanda positif ini pula sentiasa dipupuk oleh pihak-pihak yang komited dengan penghayatan Islam seperti pertubuhan-pertubuhan sosial, badan-badan bukan Kerajaan lebih-lebih lagi agensi-agensi Kerajaan yang terlibat secara khusus berkenaan Islam. Keadaan ini semakin lancar dan teratur apabila Kerajaan memperkenalkan Dasar Penerapan nilai-nilai Islam pada tahun 1983.
Sungguhpun begitu masih terdapat kekosongan dalam ruang lingkup kehidupan golongan remaja ini untuk diisikan atau dipertingkatkan ‘nilai-nilai masjid’ supaya paradigma pemuda dan remaja ini dapat berada pada tahap yang tinggi dan dihormati. Perancangan dan usaha yang rapi sangat perlu bagi memenangi persaingan ke atas pengaruh negatif yang sentiasa mencari peluang untuk merosakkan golongan ini. Harus diingat bahawa kehidupan dunia masakini yang semakin maju dan kompleks, sememangnya memberi pengaruh yang besar dalam sosialisasi kehidupan setiap remaja. Apa yang dibimbangi ialah naluri kejiwaan remaja yang sentiasa cenderung kearah keseronokan akan lebih parah apabila jiwa-jiwa mereka tidak mampu menangkis segala macam ancaman budaya barat yang sentiasa menggoda serta runtunan dan hambatan nafsu ammarah yang setiap detik dan ketika meronta-ronta dan merungut-rungut mengajak menyimpang dari haluan mengamalkan nilai-nilai masjid. Dengan demikian kehidupan golongan remaja perlu dipenuhi dengan peningkatan nilai-nilai unggul dan murni. Sekiranya kekosongan ini tidak diisi dengan nilai-nilai tersebut, nilai-nilai negatif pasti mudah mengambil tempat kekosongan yang wujud itu.
PERMASALAHAN REMAJA
Mutaakhir ini seluruh masyarakat dikejutkan dengan rentetan peristiwa dan masalah yang melanda golongan remaja. Gejala mungkar di kalangan mereka ditunjukkan dengan lingkaran cerita yang sangat memalukan dan dengan pendedahan variable yang memeranjatkan. Dalam satu kajian (1994) tentang perilaku membuang masa di kalangan remaja oleh Kementerian Belia Dan Sukan dengan kerjasama enam buah universiti tempatan, didapati sebanyak 28 peratus atau 1,640 daripada 5860 remaja yang disoal selidik telah mengaku terbabit dalam kegiatan seks bebas, 40 peratus terbabit pernah menonton video lucah , 25 peratus mengaku meminum minuman keras, 14 peratus menagih dadah dan 71 peratus menghisap rokok. Kajian ini mendedahkan betapa amalan seks luar nikah yang sangat terkutuk itu dianggap sebagai perkara biasa. Lebih malang lagi ialah 83 peratus daripada remaja yang suka melepak adalah Melayu dan beragama Islam. (Berita Harian 1 Jun, 1994).
Penglibatan golongan pemuda dalam kegiatan-kegiatan negatif seperti penyalahgunaan dadah, alkoholisme, seks bebas, malas, berseronok berlebih-lebihan dan lain-lain seperti yang telah disebutkan bukan sahaja boleh merendahkan martabat diri sendiri tetapi boleh memudaratkan kesihatan dan membawa maut. Islam sangat melarang keras setiap tindakan salah laku yang membawa kemusnahan. Firman Allah S.W.T yang bermaksud:
“Dan janganlah kamu sengaja mencampakkan diri ke dalam bahaya kebinasaan…”
(Al-Baqarah: 195)
Kesan yang lebih buruk dari tindakan yang kurang sihat ialah meruntuhkan masyarakat serta negara yang kesemua ini merupakan kemungkaran yang akan mendapat kemurkaan serta pembalasan daripada Allah S.W.T. Firman Allah yang bermaksud:
“Telah timbul berbagai-bagai kerosakan dan bala bencana di darat dan di laut dengan sebab apa yang telah dilakukan oleh tangan manusia; (timbulnya yang demikian) kerana Allah hendak merasakan mereka sebahagian dari balasan perbuatan-perbuatan buruk yang mereka telah lakukan, supaya mereka kembali (insaf dan bertaubat)”.
(Ar-Rum: 41)
FAKTOR-FAKTOR PENGHALANG MENDAMPINGI MASJID
a. Faktor Ibubapa
Remaja hari ini merupakan aset kepimpinan yang amat penting buat masa hadapan. Sikap dan pembawaan yang ditunjukkan oleh mereka adalah gambaran sikap dan pembawaan yang akan mencorakkan kepemimpinan generasi akan datang. Oleh sebab itu, untuk melahirkan corak kepimpinan yang sewajarnya sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah S.W.T. dan Rasulullah (s.a.w.), maka para remaja yang merupakan pelapis kepimpinan itu harus dibentuk semenjak kecil lagi. Malah bagi sesetengah ulama, mereka harus dididik sejak dari dalam kandungan lagi. Maka orang yang bertanggungjawab untuk melaksanakan tugas serta peranan ini sudah tentulah para ibubapa di samping juga anggota masyarakat sebagai agen pembantu.
Rasulullah (s.a.w.) telah menyatakan dengan jelas tentang tanggungjawab ini dalam sabdanya yang bermaksud:
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua-dua ibubapanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.”
(Riwayat al-Bukhari)
Dalam soal mendidik anak-anak semenjak kecil ini, perkara pertama yang perlu ditekankan oleh para ibubapa ialah aspek keimanan. Anak-anak perlu disebatikan dengan kepercayaan dan keyakinan bahawa tiada Tuhan melainkan Allah S.W.T. Tuhan Sekalian Alam, Dia yang telah menciptakan alam ini, Tuhan Maha Berkuasa ke atas segala sesuatu dan kepada-Nya tempat kembali yang kekal. Apabila kepercayaan-kepercayaan begini telah sebati dalam jiwa anak-anak, akan mudahlah untuk menyalurkan unsur-unsur positif yang lain kepada mereka.
Aspek kedua ialah ibadat. Anak-anak perlu diajar dan ditanam rasa tangungjawab tentang kewajipan melaksanakan ibadat kepada Allah S.W.T. Tuhan yang telah menjadikannya di dunia ini. Sabda Rasulullah s.a.w:
“Ajarilah anak-anak kamu menunaikan sembahyang semasa ia berumur tujuh tahun dan pukullah mereka (jika enggan) semasa berumur sepuluh tahun”.
Konsep ibadat harus dijelaskan kepada anak-anak bahawa ia bukan tergantung kepada sembahyang, puasa dan ibadat-ibadat khusus sahaja. Mereka perlu faham bahawa pekerjaan harian yang dilakukan juga merupakan ibadat jika dilakukan dengan ikhlas kerana Allah dan untuk kebajikan.
Aspek ketiga pula yang perlu diberi perhatian ialah pendidikan akhlak. Perlu diingatkan bahawa dalam membentuk akhlak anak-anak, contoh dan teladan yang baik mesti ditunjukkan oleh ibubapa sebagai pendidik. Ini kerana model pertama dan utama dalam hidup seseorang anak itu adalah ibubapanya dan anggota keluarga di dalam rumahnya. Suasana rumahtangga perlu dihias dengan kemurnian akhlak Islam yang suci murni itu kerana anak-anak yang lahir dan terbimbing dalam lingkungan orientasi Islam sebegini akan terus membesar menjadi generasi muda yang beriman dan menjadi tonggak kekuatan ummah pada masa akan datang.
Perlu juga diingat bahawa dalam membina generasi muda yang berakhlak dalam konteks hari ini, para ibubapa dan pendidik terpaksa berlawan dengan berbagai-bagai halangan dan pengaruh luar yang negatif. Oleh itu, bimbingan dan pengawasan daripada ibubapa hendaklah sentiasa diberi perhatian agar anak-anak tidak terleka dan hanyut dengan pengaruh-pengaruh buruk yang terdapat dalam masyarakat hari ini. Mereka perlu mendapat kefahaman bahawa tidak semua nilai yang terdapat di dalam masyarakat boleh diterima. Anak-anak mesti diajar bagaimana membezakan nilai baik dan nilai buruk, bersedia menerima kebaikan dan berupaya menolak keburukan.
b. Faktor Remaja
Golongan remaja yang telah terjebak dalam kancah gejala mungkar ini sudah tentu semakin menjauhi masjid yang merupakan simbol keharmonian penghayatan Islam bagi seseorang Muslim. Peralihan secara drastik tentu menghadapi kesukaran dan memerlukan masa yang agak selesa. Masyarakat juga perlu prihatin dan mempunyai fikrah terbuka dalam menjinakkan golongan pemuda yang tersasul seperti ini ketika mereka mula mendekati masjid. Sebarang prasangka hendaklah dielakkan kerana masjid sewajarnya terbuka kepada siapa sahaja yang ingin bernaung di bawah bumbungnya.
Realiti dan suasana yang ada di sekeliling masyarakat, sukar untuk menarik remaja datang berjemaah ke masjid. Suasana masyarakat yang mementingkan diri masing-masing dan tidak ada perasaan ukhwah Islamiah, menyebabkan golongan remaja menjauhkan diri dari masyarakat, apatah lagi untuk datang ke masjid.
Memandangkan rancangan di TV, kebetulan di antara waktu Magrib hingga waktu Isya’, menyebabkan anak-anak lebih suka memerap di hadapan TV tanpa berminat untuk melakukan kerja-kerja lain yang lebih berfaedah. Untuk mengatasi masalah tersebut ibubapa sewajarnya mengawal dan menyediakan jadual yang khusus untuk anak-anak mereka. Begitu juga ibubapa seharusnya melatih membawa anak-anak bersama ke masjid dalam waktu-waktu tersebut. Dengan ini secara tidak langsung dapat menghalang anak-anak daripada duduk menghabiskan masa di depan TV.
Bagi pihak lain pula, pelbagai kegiatan sukan di padang hingga waktu Maghrib menyebabkan tidak ada peluang untuk mereka ke masjid bagi sama-sama menunaikan sembahyang berjemaah. Sepatutnya sebarang kegiatan sukan perlu dihadkan waktunya, supaya tidak menjejaskan aktiviti-aktiviti lain.
Tabiat suka mengajak anak isteri dan kawan-kawan sebaya mengunjungi supermarket di waktu menjelang senja hendaklah dielakkan kerana perbuatan seperti ini akan menyebabkan peluang untuk ke masjid terlepas begitu sahaja.
Antara faktor lain yang menghalang remaja ke masjid ialah tiadanya kawalan terhadap mereka untuk mengunjungi pasar-pasar malam menjelang Maghrib. Ketika bilal sedang melaungkan azan mengajak orang ramai menunaikan sembahyang, waktu itulah para penjual pasar malam sibuk melayan dan melaungkan suaranya menarik minat pengunjung dan pelanggan. Malahan pelanggan pula riuh rendah tawar menawar dengan penjual, tanpa menghiraukan alunan azan yang berkumandang di udara, menandakan masuk waktu Mahgrib. Bagi ibubapa yang prihatin mereka sepatutnya memikirkan waktu yang sesuai untuk membenarkan anak-anak mengunjungi pasar-pasar malam. Begitu juga golongan peniaga hendaklah mempunyai kesedaran untuk menghormati waktu sembahyang umpamanya dengan menutup gerai semasa azan Maghrib atau Isya’ atau sekurang-kurangnya mereka tidak melayan pembeli pada masa-masa tersebut.
Salah anggapan terhadap fungsi masjid hanya untuk ibadat khusus sahaja seperti sembahyang, berwirid dan sebagainya adalah antara punca remaja tidak datang ke masjid. Di samping itu, pihak masjid sendiri juga tidak mempelbagaikan kegiatan yang sepatutnya diadakan untuk menarik minat golongan remaja datang ke masjid. Tidak ada ruangan yang sesuai bagi tempat menjalankan pelbagai aktiviti seperti perpustakaan, kelab komputer, permainan sukan (sepak takraw, badminton dan sebagainya) dan lain-lain lagi. Sikap ahli Jawatankuasa Masjid sendiri yang memandang serong dan kurang bergaul rapat dengan golongan remaja, menyebabkan mereka semakin jauh dengan masjid. Ahli Jawatankuasa Masjid asyik bersama dengan golongan seangkatan dengan mereka sahaja, seolah-olah masjid itu untuk golongan mereka sahaja.
Program-program yang boleh membantu masyarakat setempat mengejar pembangunan dan kemajuan yang berlaku di sekeliling mereka didapati kurang diberi perhatian oleh pihak masjid. Kalau adapun hanya terbatas kepada bidang pengurusan mayat (tanpa yang berkait dengan pengurusan sebelum seseorang menjadi mayat). Seharusnya diadakan program seperti kursus-kursus di bidang pertanian, perniagaan dan kemahiran, juga kelas-kelas tuisyen untuk membantu anak-anak dalam bidang pelajaran. Jika kursus-kursus dan kelas-kelas tuisyen seperti itu turut diadakan oleh pihak pengurusan masjid, maka penerimaan masyarakat terhadap masjid lebih terbuka dan lebih jelas lagi.
Terdapat juga di kalangan pihak pengurusan masjid dan ahli keluarga mereka yang mempunyai akhlak yang tidak membayangkan pihak yang menjaga masjid dan tidak disenangi oleh masyarakat. Selalunya akhlak isteri, anak-anak dan cucu mereka menjadi perbandingan di kalangan orang ramai. Masyarakat tentulah sukar menerima panduan dan nasihat yang baik daripada imam-imam atau pengerusi masjid sekiranya masyarakat mengetahui keluarga kepada imam-imam atau pengerusi masjid ini juga tidak mematuhi nasihat dan tegurannya sendiri.
Ada juga ibubapa sendiri yang kurang menggalakkan dan mengajak anak-anak ke masjid, malah ada yang tidak berminat ke masjid untuk menunaikan sembahyang berjemaah. Pemimpin masyarakat dan orang yang berpengaruh boleh memainkan peranan penting dalam perkara ini. Mereka perlu memberi contoh yang baik dengan melibatkan diri dalam aktiviti masjid, supaya menjadi ikutan dan teladan kepada orang ramai.
KAEDAH DAN PROGRAM UNTUK MENARIK REMAJA
KE MASJID
Sesungguhnya usaha-usaha untuk menambat hati para remaja bagi menjinakkan mereka ke arah budaya masjid, memerlukan kerahan serta pengembelingan tenaga daripada semua pihak. Sikap mereka-reka pelbagai tohmahan ke atas remaja wajar dikikis daripada kita. Kita wajar mengambil sikap mendekatkan diri dengan tutur kata yang lemah lembut dan berhikmah.
Sebagai golongan tua atau penjaga kepada mereka, kita wajar mempamerkan sifat-sifat yang terpuji di hadapan anak-anak sebagai tunas-tunas awal yang akan berkembang seterusnya turut mempengaruhi mereka. Peranan ibubapa, masyarakat, pihak berkuasa khususnya ahli-ahli Jawatankuasa Masjid amat besar dalam menentukan hala tuju dan menjinakkan jiwa remaja ke arah masjid. Bermacam kaedah dan program boleh dirancang untuk mencapai hasrat murni tersebut.
Ekspedisi
Dengan menaiki kereta, bas atau keretapi, pihak ahli Jawatankuasa Masjid mengaturkan program untuk para remaja umpamanya dari Masjid Seremban ke Masjid Kangar. Sekiranya berkereta atau menaiki bas boleh diatur maka pelbagai acara dapat diadakan apabila singgah di satu-satu masjid yang telah ditentukan seperti sembahyang berjemaah, mencantik kawasan masjid dan majlis-majlis ilmu.
Pertandingan Pidato
Jiwa orang-orang muda terarah kepada perlumbaan atau bersaing antara rakan-rakan, oleh itu pelbagai acara berbentuk pertandingan boleh dianjurkan oleh pihak masjid seperti berpidato, berbahas, melukis, mengarang dan lain-lain lagi. Kita amat yakin, khususnya bagi masjid kariah, program-program yang berbentuk pertandingan lebih berkesan dari segi hubungan kekeluargaan serta kekampungan. Ini kerana saiz penduduk yang kecil di mana setiap orang boleh mengenali antara satu dengan yang lain dengan lebih rapat.
Tadika
Kanak-kanak yang masih kecil amat mudah dihala tuju dan lentur mengikut kehendak ibubapa. Di dalam hal ini, mengadakan kelas-kelas Taski, Taska atau apa sahaja nama program untuk anak-anak kita yang diadakan di kawasan masjid sungguh bermanfaat dalam usaha menjinakkan para remaja ke masjid.
Asrama
Orang-orang musafir atau orang yang pertama kali sampai ke suatu tempat sering menghadapi masalah mencari tempat tinggal yang murah, selesa dan mempunyai segala kemudahan. Di dalam hubungan ini, membina hostel atau asrama-asrama di kawasan masjid boleh mengisi kehendak-kehendak para musafir khususnya para remaja.
Sekaligus boleh mengawal untuk mengurangkan krisis-krisis moral yang tidak kunjung padam. Usaha ini lebih jelas lagi jika para pekerja kilang atau sesiapa sahaja yang masih bujang tinggal di hostel atau asrama yang dimaksudkan di atas.
Bank, Klinik Dan Perpustakaan Awam
Tumpuan pemerhatian para remaja khasnya dan masyarakat amnya apabila melangkah keluar daripada rumah ialah menuju ke tempat-tempat yang biasa di hati mereka umpamanya bank, klinik dan perpustakaan awam. Mewujudkan pusat-pusat tumpuan sedemikian di kawasan masjid, sebagaimana yang dinyatakan sebelum ini, adalah langkah-langkah yang akan menjinakkan hati mereka ke masjid.
Pusat Riadah
Mengadakan gimnasium, gelanggang sepaktakraw, badminton, tenis, pingpong, menunggang kuda dan apa sahaja untuk menarik kehadiran para remaja ke masjid. Bagi menjayakan hasrat ini maka masjid mesti didirikan di dalam persekitaran yang luas.
Hari Masjid
Tidak keterlaluan jika kita mengadakan suatu hari dalam setahun yang dinamakan Hari Masjid. Semua masyarakat yang berhampiran datang ke masjid dengan menyertai pelbagai acara yang meliputi untuk kanak-kanak, remaja dan orang dewasa mulai pagi hingga ke malam.
PENUTUP
Sesungguhnya banyak lagi kaedah dan program boleh dilaksanakan oleh ahli Jawatankuasa Masjid untuk menyuburkan jiwa remaja ke arah budaya masjid. Di dalam pada itu, para imam, bilal, siak serta seluruh ahli Jawatankuasa Masjid wajar mempertingkatkan ilmu, bukan ilmu agama sahaja malah ilmu pengurusan, kewangan dan pentadbiran. Mereka juga perlu mencari masa untuk berdampingan bergaul dengan para remaja dari masa ke semasa.
Pihak berkuasa hendaklah sediakan peluang-peluang latihan untuk mempertingkatkan kemahiran dan ilmu para Ahli Jawatankuasa Masjid. Tidak ketinggalan ahli masyarakat terus memberi kerjasama dan menghargai usaha-usaha murni yang dilakukan oleh pihak masjid. Para ibubapa pula janganlah putus asa mendorong anak-anak menyokong kaedah-kaedah atau program-program yang telah, sedang dan akan dijalankan oleh pihak masjid.
Kesemua hal yang telah diterangkan adalah untuk membina usaha ke arah membentuk para remaja tertarik jiwa raga memakmurkan masjid. Juga memasjidkan kehidupan remaja keseluruhannya agar terbina sebuah masyarakat dan negara yang kukuh dan padu. Apa yang penting, semua program-program yang dirancang mesti melibatkan para remaja secara langsung.
2 comments share
ReviewReviewReviewReviewReview Satu Jam untuk Kebahagiaan Dunia Akhirat Apr 28, '07 6:42 PM
for everyone
Category: Other
Manusia selalu berada di antara hidayah Allah dan tipu daya syaithan. Kelengahan sedikit saja, syaithan akan bisa menjermusukan seseorang ke dalam lembah yang akan menyia-nyiakan bahkan merusak hidup seseorang. Berikut ini adalah 7 amal penting yang akan menjamin seseorang terhindar dari kondisi negatif itu. Dengan melakukan 7 program ini, seseorang akan diampuni dosanya, dilindungi dari fitnah kubur, dibangunkan rumah di surga, dikabulkan do’anya, dilindungi dari kefakiran, dicukupi kebutuhannya, dibebaskan dari perasaan gelisah. Uniknya lagi, semua hal itu dapat diperoleh hanya dengan membutuhkan waktu kurang lebih 60 menit atau 1 jam saja.
1. Melakukan 12 rakaat sunnah rawatib. Yakni, 2 rakaat sebelum subuh, 4 rakaat sebelum zuhur, 2 rakaat bada zuhur, 2 rakaat setelah maghrib, dan 2 rakaat setelah isya.
Manfaat yang diharapkan: Allah akan membangunkan sebuah rumah di surga bagi orang yang senantiasa melakukannya.
Dalil : Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang solat dalam satu hari sebanyak 12 rakaat, sunnah, Allah akan bangunkan baginya rumah di surga.” (HR Muslim)
2. Sholat dua rakaat tahajjud. Faidah yang diharapkan: Dikabulkannya do’a, diampunkannya dosa, dan dicukupi Allah kebutuhannya. Dalil: Sabda Rasulullah saw, “Allah sw turun setiap malam ke langit dunia, di saat sepertiga malam terakhir dan mengatakan, “Siapa yang berdo’a kepadaku, pasti aku kabulkan. Siapa yang meminta padaku,pasti aku berikan, dan siapa yang memohon ampun padaku, pasti aku ampuni. (HR. Bukhari)
3. Melakukan sholat duha 2 raka’at, 4 rakaat atau 8 rakaat. Manfaat yang diharapkan: Bernilai shadaqah dari seluruh persendian tulang. Dalil: Rasulullah saw bersabda, “Setiap persendian kalian adalah sadakah, setiap tasbih adalah sadakah, setiap tahmid adalah sadakah, setiap tahlil adalah adakah, setiap takbir adalah sadakah, setiap anjuran pada kebaikan adalah sadakah, setiap larangan dari yang mungkar adalah sadakah, dan semuanya akan mendapat ganjaran yang sama dengan melakukan shalat dua rakaat dari shalat duha.
4. Membaca surat Al Mulk. Manfaat yang diharapkan: Diselamatkan dari adzab kubur. Dalil : Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya ada salah satu surat dri Al Qur`an yang terdiri dari 30 ayat. Ia akan memberi syafaat pada seseorang dengan pengampunan dosa. Yaitu surat “tabarakallazi biyadihil mulk.” (HR Turmudzi dan Ahmad. Turmudzi mengatakan, ini adalah hadits hasan)
5. Mengatakan : Laailaaha illallah wah dahu laa syarikalah, lahul mulku wa lahul hamdu, wa hua ala kulli syai’in qadir dalam satu hari seratus kali. Manfaat yang diharapkan: Terpelihara dari gangguan syaitan selama satu hari, dihapuskan 100 kesalahan dan memperoleh 100 kebaikan.
Dalil : Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang mengatakan “Laa ilaaha illallah wah dahuu laa syariikalah, lahul mulku wa lahul hamdu, wa huwa ala kulli syai’in qadiir”, maka ia akan mendapat pahala seperti membebaskan 10 budak, ditulis baginya 100 kebaikan, dihapuskan 100 kesalahannya, dan ia akan terpelihara dari syaitan pada hari itu sampai sore, dan tidak ada seorangpun yang lebih baik dari apa yang ia peroleh dari hari itu, kecuali ada orang yang beramal lebih dari itu.”
6. Shalawat atas Nabi Muhammad saw sebanyak 100 kali.
Faidah yang diharapkan: Bebas dari bakhil dan mendapat balasan shalawat dari Allah swt. Dalil: Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang bershalawat atas diri saya maka Allah akan mendo’akannya sebanyak sepuluh kali.” (HR. Muslim)
Hadits Rasulullah saw: Orang yang bakhil adalah orang yang bila namaku disebut di hadapannya, kemudian ia tidak bershalawat kepadaku. (HR Turmudzi)
7. Mengatakan Subhanallah wa bihamdihi, subhanallahil aziim.
Faidah yang diharapkan: Ditanamkan di surga untuk yang melakukannya 100 batang pohon. Dalil: Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang melazimkan istighfar, maka Allah akan memberikan padanya jalankeluar di setiap kesempitan, penyelesaian dari setiap kegundahan, dan diberikan rizki dari sesuatu yang tidak diduga-duga. (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, dan Hakim)
Selain tujuh amalan di atas, tentu saja kita harus mengerti bahwa iman dalam Islam bukanlah sekedar sholat,dzikir dan bacaan Al Quran, tapi mencakup perbuatan dan prilaku kita dalam berhubungan sesama manusia. Rasulullah menyebutkan, “Senyum anda kepada saudara anda adalah shadakah, danperintah kepada yang ma’ruf serta larangan dari yang mungkar itu shadakah, petunjukmu pada seorang asing yang tersesat itu sedekah, engkau menuntun orang yang sulit melihat itu shadakah, menyingkirkan batu dan duri dari jalan itu adalah sadakah, dan engkau membantu mengambilkan air untuk sahdaramu itu adalah sedekah.” Hadits riwayat Turmudzi ini menunjukkan bahwa kebaikan seorang muslim, selain ditunjang oleh kebaikan bathinnya juga harus diimplementasikan dalam kebaikannya dalam berhubungan dengan lingkungan sosialnya. (na)
0 comments share
ReviewReviewReviewReviewReview MENJALANKAN DAKWAH SECARA BERKESAN Apr 28, '07 6:41 PM
for everyone
Category: Other
1. Pendahuluan
Firman Allah Taala:
Maksudnya: Serulah ke jalan Tuhanmu ( Wahai Muhamad) dengan hikmah kebijaksanaan dan nasihat pengajaran yang baik dan berbahasalah dengan mereka (yang engkau serukan itu) dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya tuhanmu dialah jua yang lebih mengetahui akan orang yang sesat dari jalanNya, dan dialah jua yang lebih mengetahui akan orang-orang yang mendapat petunjuk. ( Surah Al-Nahl : 125 )
Ayat ini menerangkan tiga 'method' (cara) berdakwah ke jalan Allah, Iaitu:-
a. Hikmah
b. Nasihat yang baik
c. Perbincangan dengan cara yang lebih baik
2. Pengertian Hikmah
a) Dari segi bahasa
Ada 9 pengertian
i. Keadilan ii. Tahan marah
iii. Kenabian iv. Sesuatu yang tidak memperlihatkan kejahilan
v. Tiap-tiap perkataan yang bertepatan dengan yang hak (kebenaran)
vi. Meletakkan sesuatu pada tempatnya
vii. Perkataan yang betul dan tepat
viii. Sesuatu yang menegah berlakunya kerosakan
ix. Mengetahui sebaik-baik perkara yang sebaik-baik ilmu.
b. Menurut Ahli Tafsir
i. Al-Quraan ini mengikut tafsir Al-Syeikh Al-Tabarasri dalam tafsir al-bayan.
ii. Perkataan yang betul dan tepat; iaitu dalil yang menerangkan kebenaran dan
menghilangkan keraguan iaitu pendapat al-zamaksyari dalam kitab tafsirnya al-kasyaf.
3. Method Hikmah
Berdasarkan keterangan di atas, ' Method hikmah dalam berdakwah ' dapat dibahagikan kepada tiga bahagian
iaitu:-
a. Hikmah yang berhubung dengan sifat-sifat pendakwah seperti:
i. Kenabian (sifat yang khusus kepada Nabi-nabi/Rasul-rasul).
ii. Keadilan
iii. Meletakkan sesuatu pada tempatnya.
iv. Tahan marah
v. Sesuatu yang tidak memperlihatkan kejahilan, iaitu ilmu pengatahuan dan pengalaman yang
luas.
vi. Pengetahuan yang sebaik-baiknya, sebenarnya, seorang pendakwah hendaklah menghayati
sifat-sifat nabi
b. Hikmah berhubung dengan isi kandungan dakwah iaitu:-
i. Al-Quraan
ii. Setiap perkataan yang bertepatan dengan yang haq (kebenaran)
iii. Dalil -dalil yang tepat yang menerangkan kebenaran dan menghilangkan keraguan
c. Hikmah yang berhubung dengan alat dan strategi dakwah, iaitu:-
i. Sesuatu yang dapat menegah berlakunya kerosakan.
ii. Sesuatu yang dikaitkan betul-betul pada tempatnya.
4. Al-Mauizah Al-Hasanah ( Nasihat yang baik )
Nasihat yang baik itu ialah:
i. Nasihat yang menghindar manusia dari keburukan dengan cara menimbulkan kegemaran dan
perangsang untuk meninggalkannya dan menanam rasa tidak mahu melakukannya. Cara ini
dapat melembutkan hati manusia yang akan membawa kepada rasa khusyu'.
ii. Nasihat yang dirasai oleh para pendengar bahawa nasihat itu untuk kebaikan mereka.
Setengah ahli tafsir berkata nasihat ialah:-
i. Nasihat yang disampaikan dengan lemah lembut.
ii. Meresap dalam hati yang halus dan mendalam
iii. Menusuk kedalam jiwa yang lembut
iv. Menimbulkan kesedaran dalam diri manusia
v. Dengan penuh kasih sayang
5. Berbincang dengan cara yang terbaik
Perbincangan yang diadakan adalah untuk menimbulkan kesedaran tanpa dirasai menyerang akidah. Dalam perbincangan hendaklah diusaha supaya peserta perbincangan merasai sama-sama bertanggungjawab menuju kepada kebenaran. Begitu juga hendaklah menghormati fikiran dan peribadi peserta yang lain. Perbincangan hendaklah dilaksanakan dalam keadaan tenang. Sifat sombong dan menjaga imej diri sendiri hendaklah dihindarkan semasa perbincangan . Begitu juga hendaklah diusahkan supaya peserta tidak merasai diri mereka ditekan.
Disediakan oleh
Bahagian Dakwah,
JAKIM
1 comment share
ReviewReviewReviewReviewReview 12 WAKTU MUSTAJAB UNTUK BERDOA Apr 28, '07 6:39 PM
for everyone
Category: Other
Selain usaha dan tawakal, doa ialah satu-satunya cara untuk mencapai sesuatu hajat. Ada waktu-waktu tertentu paling mustajab untuk berdoa kepada ALLAH s.w.t. Di antaranya ialah:-
1. Semasa Lailatul-Qadar.
2. Ketika hujan turun.
3. Ketika memulakan dan setelah selesai solat.
4. Ketika menghadapi barisan musuh di medan peperangan.
5. Di tengah malam.
6. Di antara azan dan iqamah.
7. Ketika sujud dalam solat.
8. Ketika iktidal akhir dalam solat.
9. Ketika khatam (tamat) membawa 30 Juz al-Quran.
10. Sepanjang malam, paling utama sepertiga awal dan sepertiga akhir (waktu sahur).
11. Malam Jumaat dan sepanjang hari Jumaat kerana mengharapkan bersua dengan saat ijabah (diperkenankan doa) yang terletak di antara terbit fajar hingga terbenam matahari pada hari Jumaat.
12. Di antara waktu zuhur dan asar dan antara waktu asar dan maghrib.
1 comment share
ReviewReviewReviewReviewReview Islam dan Negara Apr 28, '07 6:32 PM
for everyone
Category: Other
Konsep masyarakat politik (polity) dalam Islam terutama haruslah didasarkan pada ajaran Al-Qur'an. Dan sejauh menyangkut kitab suci ini, dapat dimengerti sepenuhnya bahwa sejak semula Al-Qur'an tidak memberikan konsep tentang negara, melainkan konsep tentang masyarakat. Perbedaan ini harus diingat dalam perdebatan tentang negara Islam. Harus diingat pula, Al-Qur'an lebih bersifat simbolik daripada deskriptif dan karena itu validitas dan vitalitasnya terletak pada interpretasi dan reinterpretasi simbol-simbol ini, sesuai dengan perubahan-perubahan situasi ruang dan waktu.
Ada perbedaan pandangan tentang konsep negara dan masyarakat politik dalam Islam.[1] Ali Abd al-Raziq dalam bukunya "Fundamentals of Government" (al-Islam wa ushul al-Hukm) berpendapat bahwa Islam tidak pernah mengklaim suatu bentuk pemerintahan duniawi; hal ini diserahkan untuk dipikirkan secara bebas oleh pemeluk-pemeluknya. Lebih lanjut ia menyebutkan, bahwa Al-Qur'an tidak pernah menyebut khalifah; artinya kekhalifahan bukanlah bagian dari dogma Islam. Ide tentang kekhalifahan dibuat oleh kitab-kitab fiqh yang disusun beberapa abad setelah wafatnya Nabi.[2] Di pihak lain, ada pula pendapat yang umumnya dianut oleh ulama kita, bahwa agama dan politik merupakan dua hal yang tak dapat dipisah-pisahkan dalam Islam. Pendapat ini umumnya diterima oleh kaum Muslim ortodoks. Namun, persoalannya menjadi sangat kompleks dan berjalin dengan berbagai faktor sehingga sangat sulit dipadukan begitu saja dengan pendapat lain.
Untuk memahami masalah ini secara tepat, kita mesti mempertimbangkan beberapa kondisi politik yang ada di Mekkah sebelum Islam dan bagaimana masyarakat Islam secara bertahap mulai terwujud. Mekkah, sebagaimana telah dikemukakan pada bab yang lalu, didominasi oleh suku Quraisy, yang terdiri dari bermacam-maca klan. Tentu, ada beberapa suku lain selain Quraisy, namun posisi mereka subordinatif dan pinggiran. Menarik untuk ditelaah, bahwa meskipun merupakan pusat perdagangan internasional, Mekkah tidak mempunyai struktur pemerintahannya sendiri. Lembaga kerajaan tidak dikenal, tidak pula ada perangkat negara yang dapat dibandingkan dengan negara mana pun.
Tidak ada penguasa turun temurun, juga tidak ada pemerintahan yang dipilih secara formal. Yang ada hanyalah suatu dewan suku yang dikenal dengan mala' (semacam senat). Senat ini terdiri dari perwakilan klan yang ada. Hal penting yang mesti dicatat mengenai mala' ini, ia hanya berupa badan perundingan dan tidak mempunyai badan eksekutif. Di samping itu, setiap unsur klan yang ada di senat secara teoritik independen, dan karena itu, keputusan yang dilahirkan tidak mengikat.[3] Mala' tidak mempunyai hak untuk menarik pajak dan melengkapi dirinya dengan polisi atau angkatan bersenjata, yang merupakan perangkat bagi sebuah negara untuk menegakkan hukum dan menjaga ketertiban umum. Namun, perkembangan dunia perdagangan yang begitu pesat, pada akhirnya menuntut adanya perangkat kenegaraan. Di tengah kekosongan negara secara institusional, maka tidak ada teori politik yang koheren yang bisa menjelaskannya. Paling-paling orang hanya bisa mengatakan, bahwa sebelum kemunculan Islam di Mekkah terdapat demokrasi kesukuan primitif.
Di Medinah lah Nabi mulai memberikan perhatian yang cukup serius untuk menciptakan suatu organ yang dapat diterima semua pihak untuk menangani semua urusan yang ada di kota itu. Menarik untuk dicatat, bahwa masyarakat Medinah adalah masyarakat pluralistik baik dari segi ras maupun agama. Di sana terdapat campuran ras Yahudi, Arab pengelana, terutama yang termasuk ke dalam dua suku Aus dan Khazraj, serta kaum Muslimin emigran dari Mekkah.
Dengan demikian, kita dapat melihat bahwa heterogenitas masyarakat Medinah waktu itu, sama dengan masyarakat di negeri-negeri sekuler modern dewasa ini. Negeri dengan ragam ras, suku dan agama itu dipersatukan di bawah kepemimpinan Nabi dan itulah yang disebut ummah. Meskipun seringkali kata ummah diterapkan hanya untuk komunitas Muslim, tapi sulit bagi kita untuk mendukung klaim seperti itu.
Barakat Ahmad mengatakan, "Para orientalis membeda-bedakan perkembangan istilah Al-Qur'an tersebut. Sebagian sarjana Muslim menyatakan bahwa istilah ummah menggambarkan masyarakat Muslim, tapi ini tidak seluruhnya benar. Istilah ini menggambarkan kedudukan secara de facto. Secara teoritik, penggunaan istilah ummah selama karir kerasulan tidak terbatas pada komunitas Muslim saja.[4] Nabi membuat suatu masyarakat politik di Medinah berdasarkan konsensus dari berbagai kelompok dan suku. Konsensus yang disusun oleh Nabi itulah yang dikenal dengan Piagam Madinah atau Sahifah. Dan masyarakat yang terikat dengan perjanjian itu disebut "masyarakat Sahifah".[5]
Bagi masyarakat Arab yang sebelumnya tidak pernah hidup sebagai komunitas antar-suku dengan kesepakatan bersama, dokumen seperti itu tentulah sangat revolusioner dan mendukung inisiatif Nabi untuk membangun basis bagi berlakunya prinsip hidup berdampingan secara damai (co-existence). Nicholson mengkomentari dokumen ini:
"Tidak ada seorang peneliti pun yang tidak terkesan pada kejeniusan politik penyusunnya. Nyatalah bahwa memperbaharui dengan hati-hati dan bijaksana, adalah realitas suatu revolusi. Muhammad tidak menyerang secara terbuka indenpedensi suku-suku tersebut, tetapi memusnahkan pengaruhnya dengan mengubah pusat kekuatan dari suku ke masyarakat ..."[6]
Kiranya pada tempatnya, jika kita perhatikan beberapa ketentuan dari Sahifah itu. Ibnu Hisyam menyampaikan kepada kita: "Ibnu Ishaq berkata, bahwa Rasulullah menyusun suatu persetujuan antara Muhajirin dan Anshar, di dalamnya termasuk orang-orang Yahudi. Orang-orang Yahudi diizinkan untuk tetap memeluk agamanya dan menjaga harta kekayaan mereka. Dokumen itu dimulai dengan nama Tuhan Maha Pengasih Maha Penyayang. Ini perjanjian antara Muhammad dan orang-orang mukmin dan Muslim Quraisy dan Yastrib (Medinah) dan orang-orang yang mengikuti mereka dan orang-orang yang terikat padanya dan orang-orang yang mendukung mereka. Mereka adalah umat yang satu yang berbeda dengan umat yang lainnya. Orang-orang Yahudi akan berbagi tanggungjawab dengan orang-orang Muslim selama mereka berjuang. Orang-orang Yahudi dari Bani Auf akan menjadi satu Ummah dengan orang-orang Muslim. Bagi orang Yahudi agama mereka dan bagi Muslim agama mereka pula..."[7]
Dokumen ini meletakan dasar bagi komunitas politik di Medinah dengan segala perbedaan yang ada: suku, kelompok-kelompok dan agama -- dengan menghormati kebebasan untuk mengamalkan agama mereka masing-masing. Dengan demikian dapat dilihat, bahwa Nabi menyusun suatu persetujuan yang menetapkan ketentuan-ketentuan yang disepakati bersama, bukan mendirikan sebuah "negara teologis."[8] Semua kelompok agama dan kelompok suku diberikan otonomi penuh untuk memelihara tradisi dan kebiasaan mereka masing-masing. Dengan demikian, persetujuan tersebut, lebih didasarkan pada konsensus daripada berdasarkan pada paksaan dan ini mirip dengan perkembangan politik negara modern. Berbicara secara historis, suatu kontrak yang berakar dari tradisi kesukuan, toh demokratis, baik dari segi semangat maupun prakteknya. Selain itu, aparat negara yang memaksa, belum berkembang di bagian negeri Arab itu. Meskipun begitu, tekanan-tekanan sosial sudah berfungsi.
Pendukung "negara teokratik" sering berdalih bahwa dokumen Piagam Madinah itu dibuat ketika Muslim masih menjadi minoritas dan hukum Islam memang belum seluruhnya diwahyukan, dan oleh karena itu terhapus oleh perkembangan-perkembangan kemudian. Namun dalih ini tidak dapat dipertahankan, terutama jika kita cermati ayat-ayat Al-Qur'an yang diturunkan kemudian secara terbuka. Pertama, dalam hal lain, sunnah Rasulullah tidak dibatalkan, lebih-lebih lagi dalam persoalan ini, yang merupakan persoalan yang paling vital dalam kebijakan Islam. Kedua, ayat-ayat terakhir Al-Qur'an tidak membatalkan apa yang disepakati di dalam Sahifah. Kalaulah orang-orang Yahudi dihukum, seperti diperintahkan wahyu terakhir, itu karena mereka mengingkari kesepakatan. Sahifah tidak pernah dibatalkan. Semangatnya mempunyai validitas hingga sekarang.
Dokumen itu memberikan landasan, pertama, yang menjamin otonomi bagi kelompok yang beragama, kebebasan untuk memeluk dan melaksanakan suatu agama, adat dan tradisi, serta persamaan hak bagi semua orang. Kedua, dokumen itu jelas menekankan pada sisi demokrasi dan konsensus, bukan pada tekanan dan paksaan. Dari sini, juga penting untuk dicatat, bahwa dalam masalah politik pemerintahan, Nabi tidak menggunakan otoritas teologis. Dokumen itu, setelah kita kaji, sama dengan teori kontrak sosialnya J.J Rousseau. Bagi Rousseau, kebebasan bukanlah kebebasan liberal atau kebebasan individu 'dari' masyarakat, tapi kebebasan yang dilaksanakan di dalam dan untuk seluruh masyarakat. Artinya, manusia dibebaskan oleh masyarakat yang membebaskan. Kebebasan tidak dicapai dengan cara menyingkirkan orang lain, tapi merupakan implikasi positif dari kebebasan untuk semua.[9]
Seperti disinggung di awal bab ini, Al-Qur'an memberikan konsep tentang masyarakat, bukan konsep pemerintahan. Sekali lagi ditegaskan, bahwa Al-Qur'an berangkat dari kesadaran sejarah. Pendekatannya bersifat temporal, namun juga memperhatikan nuansa spasial. Perintah-perintah Al-Qur'an di samping bersifat multi-dimensional juga bersifat transendental. Jika dilihat dalam konteks yang tepat, tidak ada dalam Al-Qur'an sesuatu yang tidak berlaku. Artinya, validitas Al-Qur'an tetap terjaga dalam kerangka spasio-temporal. Dalam mengkaji Al-Qur'an, terasa ada ketegangan antara yang eksistensial dan yang transendental. Dari ketegangan itulah dorongan ke arah kemajuan dan gerakan yang kreatif dapat terpenuhi. Berikut kita sedikit akan menguraikan masalah ini
Lalu, apa tujuan 'negara' Islam? Dengan kata lain, masyarakat yang seperti apa yang ingin diwujudkan Islam? Dalam karya-karya pemikir Islam abad pertengahan yang diikuti oleh para ulama hingga sekarang, pusat perhatiannya adalah pada konsep akhirah. Menurut mereka, seluruh perhatian tertuju pada penciptaan suatu tatanan sosial yang akan mempersiapkan manusia menuju akhirat itu. Hasi dari interpretasi seperti itu (yang sudah menjadi jamak pada periode pertengahan), adalah reduksi agama menjadi murni 'olah spiritual' yang tidak mempunyai muatan transformatif sama sekali. Sementara itu, elit kekuasaan membangun suatu aparatur negara yang refresif dan para ulama telah menjadi bagian dari kekuasaan itu. Akibatnya, Islam harus menjadi 'pelayan' kekuasaan dengan cara melakukan spiritualisasi dan mistifikasi ajarannya.
Perangkat kenegaraan yang sangat menindas (yang sangat bertentangan dengan apa yang dicontohkan Nabi dalam dokumen politiknya) telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat Islam, bahkan sejumlah hadist telah dibuat untuk menjustifikasi situasi itu. Ayat Al-Qur'an yang terkenal: "Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul dan ulil amri (orang-orang yang berkuasa) di antara kamu. Jika kamu berbeda tentang sesuatu, maka kembalikanlah masalah itu kepada Allah dan Rasul-Nya, apabila kamu iman kepada Allah dan hari kiamat",[10] dijadikan argumen, bahwa siapapun yang berkuasa, haruslah ditaati. Dalam beberapa kasus hadist ini diberi catatan tambahan "sepanjang penguasa itu tetap melakukan shalat".[11] Ibn al-Muqaffa, seorang pemikir politik Islam yang besar, mengutip beberapa hadits Nabi untuk menekankan ketaatan yang total dan tidak bersyarat kepada khalifah. "Siapa yang taat kepadaku", ia mengutip kata-kata Nabi "sungguh telah mentaati Tuhan; dan siapa yang mentaati Imam, sungguh telah mentaati aku". (Di sini, "imam" menunjuk pada khalifah ketika itu). Menurut hadist lain lagi, "Bahkan andai seorang budak berkulit hitam dijadikan raja, maka dengarkanlah dan taatilah dia". Ibn Muqaffa lebih lanjut berpendapat bahwa loyalitas terhadap imam adalah sesuatu yang esensial, bahkan andaipun ia menjadi seorang tiran, karena imam bagaimanapun berada pada 'pengawasan' karsa Tuhan. Untuk mendukung pendiriannya, ia menggelar sebuah hadits dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi pernah berkata:
"Bila Allah bermaksud baik terhadap suatu masyarakat, Dia mengangkat bagi mereka seorang penguasa yang baik dan meletakkan harta benda mereka di tangan orang-orang yang toleran; dan ketika Dia menghendaki memberikan cobaan berat kepada mereka, Dia mengangkat untuk mereka seorang penguasa yang tiran dan mempercayakan harta benda mereka di tangan orang-orang serakah."[12]
Namun sulit untuk mendapatkan dukungan bagi teori-teori politik itu di dalam Al-Qur'an sendiri. Al-Qur'an secara tuntas menekankan pada penciptaan masyarakat yang adil dan egalitarian. Ia berulang-ulang memperingatkan orang-orang beriman agar bersikap adil. "Dan jika engkau memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah di antara mereka dengan adil, sungguh Allah menyukai orang-orang yang adil", kata Al-Qur'an.[13] Allah jelas tidak akan memberikan kekhalifahan-Nya kepada orang-orang yang tidak adil dan para tiran. Lebih lanjut Al-Qur'an mengatakan, "Dan ingatlah ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat, lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman; Sesungguhnya aku akan menjadikanmu Imam bagi seluruh manusia." Dan Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) keturunanku (menjadi pemimpin bagi mereka). Allah berfirman: "janjiku tidak mengenai orang-orang yang dzalim."[14]
Inilah ayat yang paling bermakna dari Al-Qur'an. Nabi Ibrahim diangkat menjadi pemimpin (imam) hanya setelah menunaikan perintah Tuhan dan ketika ia berdo'a untuk menyertakan juga keturunannya agar menjadi pemimpin kelak, maka Tuhan menegaskan bahwa hal itu tidak mungkin bagi orang-orang yang dzalim dan tiran. Politik Islam, sebagaimana digambarkan Al-Qur'an, tidak mengizinkan memapankan ketidakadilan dan kekuasaan yang tiranik. Dzulm (penindasan) dikutuk dengan istilah-istilah yang sekeras mungkin. "Betapa banyak kota yang telah dihancurkan karena penduduknya sangat dzalim", kata Al-Qur'an.[15]
Ada kesalahan yang serius mengenai konsep Islam tentang jihad (perang suci). Jihad tidak dibenarkan untuk menyebarkan Islam secara paksa, atau untuk menjajah dan memperbudak orang lain. Apalagi dengan menjarah dan merusak kota. "Dia berkata, sesungguhnya raja-raja ketika memasuki sebuah negeri niscaya mereka membinasakannya dan menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina. Dan demikian pulalah yang akan mereka perbuat.[16] Jihad yang secara harfiah berarti "berusaha keras", dimaksudkan hanya untuk menegakkan keadilan dan perang harus dilakukan sampai semua bentuk penindasan berakhir. Al-Qur'an mengizinkan penggunaan kekerasan dalam perjuangannya melawan kedzaliman dan ketidakadilan. Sebenarnya, pembalasan terhadap penindasan dan kedzaliman dianggap sebagai sebuah kebajikan. "...Selamatkan orang-orang yang beriman dan beramal saleh dan banyak menyebut nama Allah dan mendapat kemenangan sesudah mengalami tindak kedzaliman. Mereka yang berbuat dzalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali", kata Al-Qur'an.[17]
Aspek penting lain dari masyarakat politik Islam adalah, bahwa Islam menganggap seluruh manusia sama, tanpa perbedaan warna kulit, ras atau kebangsaan. Kriteria satu-satunya hanyalah kesalehan (tidak hanya kesalehan religius dengan melaksanakan ritual agama secara cermat tapi juga kesalehan sosial karena Al-Qur'an mensejajarkan kesalehan dengan keadilan),[18] tidak ada yang lain. "Yang paling mulia di sisi Tuhan adalah orang yang takwa,"[19] demikian Al-Qur'an menyatakan dengan gamblang. Nabi menegaskan hal ini pada saat haji terakhirnya di Mekkah. Sabdanya:
"Orang Arab tak lebih tinggi daripada orang ajam, begitu pula orang ajam tidak lebih tinggi daripada orang Arab; tidak ada perbedaan antara yang hitam dan yang putih, kecuali oleh tingkat kesalehan yang diperlihatkan dalam hubungannya dengan orang lain... Janganlah tunjukkan kepadaku kebanggaan keturunanmu, tapi tunjukkan perbuatan baikmu."[20]
Butir pokok dari masyarakat politik Islam adalah dorongan bagi kelompok lemah untuk terus berjuang melawan kekuatan-kekuatan dominan dalam masyarakat. Nabi dalam tingkat tertentu mengatakan bahwa, "Jihad yang paling baik adalah mengatakan kebenaran di hadapan penguasa tiranik."[21] Pidato pertama yang diucapkan Abu Bakar, khalifah pertama yang terpilih setelah wafat Nabi, adalah juga merupakan pernyataan yang luar biasa dalam masalah ini. Setelah memangku jabatan, ia berpidato:
"... Orang-orang lemah di antara kamu bisa menjadi kuat di hadapanku. Aku akan membuat para penindas menyerahkan hak mereka. Orang-orang kuat di antara kamu, bisa menjadi lemah di hadapanku. Insya Allah, aku akan melihat orang-orang tertindas memperoleh hak-haknya kembali."[22]
Adalah dalam semangat untuk melindungi orang-orang lemah, Nabi dalam pesannya pada haji perpisahan, membebaskan semua orang yang mempunyai hutang dari pembayaran bunga, walaupun modal yang dipinjam harus tetap dikembalikan.[23]
Banyak ulama dan teolog mempertahankan secara dogmatis, bahwa negara Islam adalah negara teokratik, dan dalam negara demikian, tidak ada tempat bagi inisiatif manusia dalam arena legislasi, karena Tuhanlah satu-satunya pembuat hukum. Maulana Abul A'la al-Maududi menggambarkan pemerintahan Islam sebagai "Theo-Demokrasi", dan dalam bentuk pemerintahan itu, umat Islam hanya memiliki "kedaulatan rakyat yang terbatas" di bawah kemahakuasaan Allah.[24] Ini adalah posisi yang hampir tak dapat dipertahankan kecuali kalau seseorang menerima pendapat ulama' abad pertengahan sebagai suatu kata akhir dan menganggap tertutup semua pilihan lain. Karya ulama, dengan segala keterbatasan dan kelebihan mereka yang manusiawi, tidak bisa disamakan dengan firman Tuhan.
Jika ditafsirkan dengan tepat, di dalam arena legislasi, Islam juga tidak melumpuhkan inisiatif manusia. Bila syari'ah seperti yang dikompilasikan oleh para teolog zaman-zaman Islam awal diambil sebagai corpus hukum negara Islam, saya khawatir, kedaulatan Tuhan lalu akan disamakan dengan kedaulatan ulama'. Ini juga akan menyatakan secara tidak langsung bahwa semua perkembangan yang akan terjadi di masyarakat sudah diantisipasi oleh para ulama' dengan kompilasi hukum Islam di zaman awal Islam ini. Semua sejarawan hukum Islam sepakat bahwa di dalam mengkompilasi hukum Islam, para fuqaha dipengaruhi secara dalam oleh kondisi zaman dan perkembangan yang terjadi setelah penaklukan wilayah-wilayah, dan itulah sebabnya, mengapa terjadi perbedaan mazhab pemikiran hukum.[25]
Faruq Abu Zayd dengan tepat menjelaskan bahwa Imam Abu Hanifah di Irak dengan pertumbuhan masyarakatnya yang cepat, lebih dihadapkan dengan problem-problem yang kompleks, daripada para ahli hukum Hijaz yang lebih dekat dengan kehidupan orang-orang Baduy, sehingga menghadapi problem yang lebih sederhana. Karena alasan ini Abu Hanifah seringkali terpaksa menggunakan ra'y danm pertimbangan akal dibandingkan para ahli hukum Hijaz dalam memutuskan hukum. Bagi orang-orang Hijaz Al-Qur'an dan Sunnah Rasul sudah mencukupi.[26]
Kini kita berada dalam masyarakat yang sedang berubah cepat. Revolusi Industri telah menimbulkan problem-problem yang jauh lebih kompleks. Sebagaimana ahli hukum Irak yang harus berbeda dengan ahli hukum Hijaz mengingat perbedaan sifat persoalan yang mereka hadapi, maka sesuai dengan situasi dunia modern yang baru dan jauh lebih kompleks, para ahli hukum modern harus berusaha merubah, kapan dan di mana perlu, corpus Islam yang diwariskan kepada mereka. Namun apa yang diperlukan adalah menegakkan semangat teks wahyu dan tujuan-tujuan yang diinginkannya. Tidak pernah menjadi tujuan Tuhan untuk memutuskan hubungan dengan yang transenden dan membawa kebekuan dalam urusan manusia. Fungsi ketuhananlah yang harus membawa pertumbuhan teologis dan pertumbuhan itu membawa serta perubahan. Pertumbuhan dan perubahan sosial demikian membutuhkan perubahan dalam hukum yang mencerminkan realitas sosial zaman permulaan.
Lantas muncul persoalan: Apa yang masih tersisa dari agama yang membentuk hukum-hukum ini? Jawabannya sederhana dan jelas: religiositas. Apakah religiositas itu? Tentu hal ini agak abstrak, namun sama sekali bukan istilah yang mengada-ada. Religiositas menyatakan secara tidak langsung keterlibatan emosi yang tulus dengan visi moral dan spiritual yang menyatakan kepada pengalaman yang agung. Setiap agama jelas menanamkan ke dalam diri pengikutnya suatu visi moral dan spiritual yang unik. Tekanan-tekanan ke arah perubahan tidaklah mempengaruhi keunikan visi ini. Fyzee mendefinisikan keunikan Islam ini dengan tiga karakteristik: Kebenaran (truth), keindahan (beauty) dan kebajikan (goodness).[27] Fyzee mengatakan:
"Islam menekankan kebenaran, keindahan dan kebajikan, nilai-nilai Platonik. Mengenai kebenaran, sedikit sekali peradaban telah menyelamatkan sastra, sains dan filsafat seperti yang telah dilakukan Islam. Ia telah menghasilkan peradaban yang agung. Sarjana-sarjana Islam telah menerjemahkan buku-buku dari bahasa Yunani dan bahasa Sanskerta dan ilmu pengetahuan Islam adalah Bapak ilmu pengetahuan modern. Mengenai keindahan, Islam telah memajukan seni, musik dan arsitektur. Menyangkut kebajikan, Islam memproklamirkan dan mempraktekkan dengan baik persaudaraan manusia. Dengan demikian ia telah membuka jalan bagi konsep demokrasi modern. Ia telah meletakkan fondasi hukum internasional. Pandangan hidupnya diwujudkan di dalam syari'ah, gudang hukum, agama dan etika yang kaya. Syari'ah analog dengan Torah di kalangan orang-orang Yahudi dan Dharma di kalangan orang-orang Hindu."[28]
Tingkat religiositas yang paling agung adalah pencarian terus menerus bentuk-bentuk baru untuk perwujudan visi yang unik ini, baik lewat usaha kreatif maupun kemampuan penalaran. Hukum bersifat empiris, sedangkan visi bersifat transendental. Keseimbangan antara keduanya akan hilang jika terjadi penekanan hanya pada salah satu sisinya. Semata-mata menekankan pada empirisme membuat hukum tidak berlaku. Sebaliknya hanya menekankan aspek transendentalnya saja, membuat ia menjadi terlalu abstrak. Dulu, para ahli hukum Islam yang besar mencapai keseimbangan antara keduanya di pandang dari sudut kenyataan empiris pada masa mereka. Sesuai dengan visi transendental Islam, komponen substantif dari hukum Islam perlu diubah jika perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan sosial menghendakinya. Al-Qur'an menggunakan dua istilah yang sangat bermakna, ma'ruf dan munkar, yang menghadirkan kembali substansi (quintessence) moralitas Islam tanpa dirusak oleh kendala-kendala ruang-waktu.
Ma'ruf adalah sesuatu yang umumnya dapat diterima masyarakat dan munkar adalah sesuatu yang ditolak masyarakat demi menjaga tertib moral. Dengan menggunakan konsep-konsep ini, Al-Qur'an telah membuka peluang yang cukup bagi penafsiran kembali hukum-hukumnya agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan tatanan moral yang baik. Konsep ma'ruf dan munkar akan selalu berubah jika masyarakat berubah, berkembang dan mengalami kemajuan. Ma'ruf dan mungkar merupakan istilah yang sangat komprehensif. Dan keindahan serta keabadian Al-Qur'an terletak dalam pengungkapannya yang abstrak sehingga generasi-generasi penerus dapat mendefinisikannya menurut kebutuhan dan pengalaman mereka. Istilah-istilah ini, yang sangat fundamental bagi ajaran Al-Qur'an, juga cukup komprehensif untuk mencakup moralitas politik. Masyarakat politik (polity) menurut Al-Qur'an adalah masyarakat politik yang berorientasi moral dan dimaksudkan untuk menekankan praktek-praktek politik yang akan menghasilkan kebaikan maksimum bagi masyarakat, yaitu masyarakat Qur'ani yang secara tegas menerima yang ma'ruf dan menolak yang munkar.
Lagi-lagi untuk membangun tatanan sosial yang sehat, Al-Qur'an menggunakan dua istilah lain yang sangat bermakna: mustakbirin dan mustadh'afin yang berarti yang sombong dan yang dilemahkan. Al-Qur'an mengutuk yang pertama dan bersimpati kepada yang kedua. Al-Qur'an menyatakan orang-orang yang sombong (mustakbirin) adalah berdosa.[29] Al-Qur'an juga menegaskan bahwa mustakbirin (mereka yang kuat dan arogan) senantiasa tidak beriman, yakni berdosa karena kufur. Sedangkan mustadh'afin (mereka yang tertindas dan dilemahkan) selalu merupakan kelompok yang pertama beriman, (beriman kepada Tuhan dan melakukan yang ma'ruf). Al-Qur'an menyatakan, "Orang-orang yang menyombongkan diri berkata: "Sesungguhnya kami adalah orang yang tidak percaya pada apa yang kamu imani itu".[30] Dengan demikian mustakbirin dalam bahasa Al-Qur'an adalah orang kafir sejati, sementara mustadh'afin adalah orang mukmin sejati.
Kata kafir merupakan kata yang seringkali disalahartikan. Kata tersebut selalu dipahami dengan pengertian yang tidak sejalan dengan terminologi Al-Qur'an. Selama ini ia selalu digunakan dalam pengertian yang formal sekali. Sesungguhnya kata kafir dalam Al-Qur'an merupakan istilah yang fungsional, bukan formal. Orang kafir yang sesungguhnya adalah orang yang arogan dan penguasa yang menindas, merampas, melakukan perbuatan-perbuatan salah dan tidak menegakkan yang ma'ruf, tetapi sebaliknya membela yang munkar. Demikian juga sebaliknya. Orang mukmin yang sejati, bukan mereka yang hanya mengucapkan kalimat syahadat saja,[31] tetapi mereka yang menegakkan keadilan bagi mereka yang tertindas dan lemah, yang tidak pernah menyalahgunakan posisi kekuasaan mereka atau menindas orang lain atau memeras tenaga orang lain, yang menegakkan kebaikan dan menolak kejahatan.
Dengan demikian masyarakat Qur'ani tidak memberikan tempat bagi penindasan dan pemerasan terhadap yang lemah oleh yang kuat. Perjuangan orang-orang yang lemah (mustadh'afin) akan terus berlangsung melawan mereka yang berkuasa dan arogan (mustakbirin), selama perbedaan antara keduanya tidak dihapuskan. Budaya politik Islam didasarkan pada simpat kepada mereka yang lemah dan dieksploitasi dan benci terhadap mereka yang berkuasa dan menindas. Dr. Habibullah Payman dari Iran mengatakan, "dalam Ideologi Islam permanensi dan kesinambungan revolusi (sampai perbedaan antara yang menindas yang ditindas tidak ada lagi) lebih penting daripada revolusi itu sendiri. Revolusi merupakan salah satu dari beberapa alternatif bagi manusia yang bertanggung jawab. Artinya, manusia harus berusaha mengubah sistem yang didasarkan atas istikbar (keangkuhan kekuasaan dan eksploitasi) dan istidh'af (yakni penekanan dan penindasan) dan penolakan terhadap yang munkar (ketidak-adilan). "Revolusi yang permanen" semacam itu dan perlawanan terhadap arogansi kekuasaan secara terus menerus merupakan bagian dari kultur politik Islam."[32]
Khalifah Ali, salah seorang dari beberapa tokoh terbesar yang dilahirkan Islam pada masa awal, menggambarkan konsep revolusi Islam dengan sangat ringkas dalam salah satu khotbahnya: (Revolusi Islam akan terus berjalan) sampai mereka yang berada dalam status paling rendah di antara kamu menjadi yang paling tinggi dan mereka yang paling tinggi di antara kamu akan menjadi yang paling rendah dan mereka yang melampaui akan dilampaui".[33]
Dasar-dasar masyarakat politik Islam yang ideal, sebagaimana yang diderivasikan dari Al-Qur'an, sangat berbeda dengan apa yang sudah dan masih dilakukan atas nama Islam oleh kelompok kepentingan yang kuat di negara-negara Islam dewasa ini.
Catatan
1 Lihat Qamaruddin Khan, Al-Mawardi's Theory on the State, (Lahore, t.t.), hal. 4
2 Ali Abdul Raziq, Al Islam wa Usul al-Hukm, (Cairo), bandingkan dengan tulisan Islamolog asal Hongaria, Gyula Germanus, Contribution of Islam to World Civilization and Culture, ed. Cyula Wojtilla, (Delhi, 1981) hal. 152.
3 Asghar Ali Engineer, The Origin and Development of Islam, (Bombay, 1980), hal 45-46.
4 Barakat Ahmad, Muhammad and the Jews, A Re-Examination, (Delhi, 1979), hal. 39. Bandingkan dengan Abul A'la Maududi, Islamic Way of Life (Delhi, 1967), hal. 17.
5 Barakat Ahmad, op. cit., hal. 39.
6 R.A. Nicholson, A Literary History of the Arabs, (Cambridge, 1907), hal. 173.
7 Lihat Ibnu Hisyam, Sirah, vol. 1. (Cairo, 1332 A.H.) Lihat juga Alfred Guillaume, The Life of Muhammad: a Translation of Ibn Ishaq's Sira Rasul Allah, (London, 1955).
8 Penting dicatat bahwa 'Ulama Deobandi yang turut serta dalam perjuangan kemerdekaan India bersama dengan partai Indian National Congress, mengambil inspirasi dari dokumen yang luar biasa ini untuk membentuk negara sekuler di India dengan minoritas dijamin hak-haknya untuk memeluk dan mempraktekkan agamanya.
9 Lucio Colleti, From Rousseau to Lenin - Studies in Ideology and Society, (Delhi, 1978), hal. 151-152.
10 Al-Qur'an 4:59.
11 Asghar Ali Engineer, The Islamic State, (Delhi, 1980) hal. 69.
12 Lihat Qmaruddin Khan, Al-Mawardi's Theory of the State, Bazman Iqbal, Lahore, t.t.
13 Al-Qur'an 5:42.
14 Al-Qur'an 2:124.
15 Al-Qur'an 22:45.
16 Al-Qur'an 27:34.
17 Al-Qur'an 26:227.
18 Al-Qur'an 5:8.
19 Al-Qur'an 49:13.
20 Musnad Imam Ahmad bin Hanbal, Vol. V. hal. 411.
21 Al Fath al-Kabir, Vol. I, hal 208. bandingkan Islam at a Glance, ed. Hakim Abdul Hamid, (Delhi, 1981), "Islam and Human Rights" oleh V.A. Syed Muhammad, hal. 83.
22 Lihat Ibnu Hisyam, Vol. III, (Cairo, 1332 A.H.), hal. 473.
23 Tabari, Tarikh, Vol. III (Cairo, 1362), hal. 150.
24 Syed Abul A'la Maududi, Islamic Riyasat, Dikumpulkan oleh Khursyid Ahmad, Lahore (Lahore, 1974), hal. 129-30.
25 Muhammad al-Khudari, Tarikh at Tasyri' al-Islam, edisi Urdu diterjemahkan oleh Maulana Abdus Salam Nadwi, Azam Garth, 1973, dan Faruq Abu Zayd, As Syari'at al-Islami Bayn al-Muhafizin wa al-Mujaddidin, Cairo, t.t.
26 Dr. Faruq Abu Zayd, op. cit., hal. 21.
27 A.A. Fyzee, A Modern Approach to Islam, Asia Publishing House, (Bombay, 1963), hal. 112.
28 Fyzee, Ibid.
29 Al-Qur'an 7:133.
30 Al-Qur'an 7:76.
31 Formula dasar adalah La ilaha illa Allah, Muhammad Rasulullah, yakni Tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah.
32 Dr. Habibullah Payman, Istidh'af wa Istikbar, Teheran, 1352, hal. 55. Ini adalah terjemahan bebas dari teks Persia.
33 Lihat Ali Bin Abu Thalib, Nahju al-Balaghah, tanda nomor 14 dan 15. Bandingkan dengan Inqilab az Didgah-i-Ali, Teheran, t.t. hal. 20.
0 comments share
ReviewReviewReviewReviewReview Isteri Solehah Apr 28, '07 6:29 PM
for everyone
Category: Other
SENTIASA BERSYUKUR, TIDAK CEREWET atau MERUNGUT
Satu hari saya bertemu dengan seorang sahabat saya yang bernama Wardah. Dalam pertemuan itu, dia bertanya kepada saya, “Ain, apa tandanya isteri solehah?” Saya menjawab, “Wardah, kau tentunya lebih ‘arif daripadaku untuk menjawabnya...”
Sebenarnya saya tahu tujuan pertanyaan Wardah bukanlah untuk menduga jawapan saya, sebaliknya untuk saling memperingatkan diri agar berhati-hati dan teliti dalam menyempurnakan tanggungjawab yang berat ini.
Saya ingin menyingkap kembali sejarah Nabi Ibrahim sewaktu baginda menziarahi menantunya. Pada waktu itu, puteranya, Nabi Ismail tiada di rumah sedangkan isterinya belum pernah bertemu bapa mertuanya, Nabi Ibrahim.
Apabila sampai di rumah anaknya itu, terjadilah dialog antara Nabi Ibrahim dan menantunya.
Nabi Ibrahim : Siapakah kamu?
Menantu : Aku isteri Ismail.
Nabi Ibrahim : Di manakah suamimu, Ismail?
Menantu : Dia pergi berburu.
Nabi Ibrahim : Bagaimanakah keadaan hidupmu sekeluarga?
Menantu : Oh, kami semua dalam kesempitan dan (mengeluh) tidak
pernah senang dan lapang.
Nabi Ibrahim : Baiklah! Jika suamimu balik, sampaikan salamku padanya.
Katakan padanya, tukar tiang pintu rumahnya (sebagai kiasan
supaya menceraikan isterinya).
Menantu : Ya, baiklah.
Setelah Nabi Ismail pulang daripada berburu, isterinya terus menceritakan tentang orang tua yang telah singgah di rumah mereka.
Nabi Ismail : Adakah apa-apa yang ditanya oleh orang tua itu?
Isteri : Dia bertanya tentang keadaan hidup kita.
Nabi Ismail : Apa jawapanmu?
Isteri : Aku ceritakan kita ini orang yang susah. Hidup kita ini selalu dalam kesempitan, tidak pernah senang.
Nabi Ismail : Adakah dia berpesan apa-apa?
Isteri : Ya ada. Dia berpesan supaya aku menyampaikan salam
kepadamu serta meminta kamu menukarkan tiang pintu rumahmu.
Nabi Ismail : Sebenarnya dia itu ayahku. Dia menyuruh kita berpisah.
Sekarang kembalilah kau kepada keluargamu.
Ismail pun menceraikan isterinya yang suka merungut, tidak bertimbang rasa serta tidak bersyukur kepada takdir Allah SWT. Sanggup pula mendedahkan rahsia rumah tangga kepada orang luar.
Tidak lama selepas itu, Nabi Ismail berkahwin lagi. Setelah sekian lama, Nabi Ibrahim datang lagi ke Makkah dengan tujuan menziarahi anak dan menantunya. Berlakulah lagi pertemuan antara mertua dan menantu yang saling tidak mengenali.
Nabi Ibrahim : Dimana suamimu?
Menantu : Dia tiada dirumah. Dia sedang memburu.
Nabi Ibrahim : Bagaimana keadaan hidupmu sekeluarga?
Mudah-mudahan dalam kesenangan?
Menantu : Syukurlah kepada tuhan, kami semua dalam keadaan sejahtera,
tiada apa yang kurang.
Nabi Ibrahim : Baguslah kalau begitu.
Menantu : Silalah duduk sebentar. Boleh saya hidangkan
sedikit makanan.
Nabi Ibrahim : Apa pula yang ingin kamu hidangkan?
Menantu : Ada sedikit daging, tunggulah saya sediakan minuman dahulu.
Nabi Ibrahim : (Berdoa) Ya Allah! Ya Tuhanku! Berkatilah mereka
dalam makan minum mereka. (Berdasarkan peristiwa ini,
Rasulullah beranggapan keadaan mewah negeri Makkah adalah
berkat doa Nabi Ibrahim).
Nabi Ibrahim : Baiklah, nanti apabila suamimu pulang, sampai- kan salamku
kepadanya. Suruhlah dia menetapkan tiang pintu rumahnya
sebagai kiasan untuk mengekalkan isteri Nabi Ismail).
Apabila Nabi Ismail pulang daripada berburu, seperti biasa dia bertanya sekiranya sesiapa datang datang mencarinya.
Nabi Ismail : Ada sesiapa datang semasa aku tiada di rumah?
Isteri : Ya, ada. Seorang tua yang baik rupanya dan perwatakannya
sepertimu.
Nabi Ismail : Apa katanya?
Isteri : Dia bertanya tentang keadaan hidup kita.
Nabi Ismail : Apa jawapanmu?
Isteri : Aku nyatakan kepadanya hidup kita dalam keadaan baik, tiada
apapun yang kurang. Aku ajak juga dia makan dan minum.
Nabi Ismail : Adakah dia berpesan apa-apa?
Isteri : Ada, dia berkirim salam buatmu dan menyuruh kamu
mengekalkan tiang pintu rumahmu.
Nabi Ismail : Oh, begitu. Sebenarnya dialah ayahku. Tiang pintu yang
dimaksudkannya itu ialah dirimu yang dimintanya untuk aku
kekalkan.
Isteri : Alhamdulillah, syukur.
Bagaimana pandangan pembaca tentang petikan sejarah ini? Saya rasa sejarah ini sungguh menyentuh jiwa. Anda juga tentu merasai dan mengalami sendiri ujian hidup berumahtangga yang sentiasa perlukan kesabaran.
Berpandukan sejarah tersebut, saya tegaskan kepada diri sendiri bahawa isteri solehah itu sepatutnya ‘sabar di hati dan syukur pada wajah’. Daripada sini akan terpancar ketenangan setiap kali suami berhadapan dengan isteri salehah. Isteri salehah tidak cerewet dan tidak mudah merungut. Isteri salehah hendaklah sentiasa bersyukur dalam keadaan senang mahupun susah supaya Allah tambahkan lagi rahmat-Nya seperti firman-Nya yang bermaksud:
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Aku tambahkan nikmat-Ku kepadamu. Dan jika kamu mengingkari nikmat-Ku, maka sesungguhnya azab-Ku amat pedih.” (Surah Ibrahim, ayat 7)
Untuk menambahkan kegigihan kita berusaha menjadi isteri salehah, ingatlah hadis Rasulullah yang bermaksud:
“Sampaikanlah kepada sesiapa yang engkau temui daripada kaum wanita, bahawasanya taat kepada suami serta mengakui haknya adalah menyamai pahala orang yang berjihad pada jalan Allah, tetapi sangat sedikit sekali golongan kamu yang dapat melakukan demikian.” (Riwayat Al-Bazzar dan Ath-Thabrani)
Begitulah, untuk menyediakan diri sebagai isteri salehah, hati kita hendaklah sentiasa dipenuhi dengan kasih sayang rabbani. Contoh teladan yang sepatutnya jadi rujukan kita ialah sejarah kehidupan nabi serta orang saleh.
3 comments share
ReviewReviewReviewReviewReview Jatidiri Muslimah Apr 28, '07 6:28 PM
for everyone
Category: Other
MUQADDIMAH
Dunia terus bergerak ke depan meninggalkan coretan-coretan kenangan pahit manis di dalam sejarah manusia. Melangkah ke abad 21 menyaksikan bagaimana Islam seolah-olah menjadi musuh utama kepada manusia. Keganasan, penindasan, ketidakadilan sosial, diktator dan pelbagai lagi isitilah-istilah yang kurang enak dikaitkan dengan Islam. Dalam masa yang sama, kelompok-kelompok yang menyintai sistem Islam mula diterima di tempat masing-masing. Kebangkitan kelompok pro-Islam di Turki dan Pakistan pada tahun 2002 adalah implikasi tidak langsung kepada tuduhan melulu yang dilemparkan oleh musuh-musuh terhadap Islam ekoran peristiwa 11 September 2001. Justeru, jurang di antara masyarakat dunia semakin melebar. Satu kelompok semakin memusuhi Islam dan satu kelompok semakin menunjukkan sokongan kepada Islam. Di Palestin, semangat kecintaan kepada Islam dan syahid sudah mewarnai gelombang cita-cita anak-anak muda. Kita sudah tidak terkejut apabila mendengar gadis-gadis muslimah meletupkan diri semata-mata kerana jihad. Di tengah-tengah pertembungan yang semakin sengit ini, apakah jatidiri muslimah yang sebenar yang ingin kita bentuk di dalam anak-anak gadis kita hari ini?
GENERASI MUSLIMAH YANG KITA IMPIKAN
Muslimah sama sekali tidak boleh memisahkan diri dari gerakan dakwah. Tidak ada sebarang alasan yang munasabah untuk membiarkan muslimah terceruk di dapur berkawan dengan periuk dan kuali manakala di luar sana anak-anak gadis kita dimurtadkan dan diseret ke lembah kehinaan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Kita tidak mahu para ustazah yang bertudung labuh hanya memandang medan perjuangan ialah di samping keluarga (dan suami tentunya) lantas mengenepikan persoalan ummah yang kian meruncing. Muslimah seharusnya mempunyai cita-cita untuk menjadi seorang da’iah. Di dalam Al-Quran, tugas amr makruf dan nahi munkar turut melibatkan muslimah apabila Allah SWT bersabda (yang bermaksud) :
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, setengahnya menjadi penolong bagi setengahnya yang lain; mereka menyuruh berbuat kebaikan, dan melarang daripada berbuat kejahatan; dan mereka mendirikan sembahyang dan memberi zakat, serta taat kepada Allah dan RasulNya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Kuasa, lagi Maha Bijaksana. (Surah At-Taubah, ayat 71)
Generasi muslimah yang kita cita-citakan ialah generasi yang rela untuk turut membawa obor perjuangan bersama-sama kaum muslimin. Mereka seharusnya mempunyai ciri-ciri yang berikut :
1. Ilmu dan thaqofah yang bertenaga dan mantap untuk berdepan dengan permasalahan masyarakat. Kita tidak ingin lahirnya generasi yang hanya pandai bercakap dan menjadi pak turut namun kelu apabila berbicara tentang permasalahan yang berkaitan dengan agama. Seorang muslimah sejati yang bercita-cita untuk muncul sebagai da’iah seharusnya menguasai pelbagai cabang ilmu khususnya permasalahan fiqh yang membabitkan golongan wanita. Kekurangan yang dihadapi oleh umat Islam ialah kurangnya pakar-pakar di dalam ilmu-ilmu yang tertentu mengakibatkan pergantungan yang ketara kepada orang lain yang bukan Islam.
2. Kefahaman yang jitu mengenai selok belok perjuangan dan harakah islamiyyah. Generasi muslimah yang ideal ialah generasi yang dibentuk oleh pentarbiyahan yang berkesan dan melalui marhalah-marhalah tarbiyyah yang telah disusun secara khusus. Marhalah-marhalah ta’rif, takwin dan tanfiz perlu dilalui oleh setiap jundiyy yang ingin berbakti kepada Islam. Bagaimanapun, proses ini bukanlah sesuatu yang mutlak di dalam melahirkan kader-kader pejuang memandangkan ia adalah satu teori yang baru muncul di abad yang lalu. Namun, teori ini dianggap paling sempurna di dalam melahirkan muslimah yang benar-benar mengetahui apakah tuntutan sebenar mereka di dalam harakah islamiyyah yang akan diceburi. Bagaimanapun, perlu diingatkan bahawa ramai yang telah melalui proses pentarbiyahan akhirnya layu di medan perjuangan yang sebenar.
3. Bersyakhsiyyah dan Berakhlak yang mampu menarik minat dan kecenderungan orang lain kepada dakwah. Seorang muslimah adalah umpama bunga yang berkembang mekar. Keindahan bunga tidak mungkin akan lengkap seandainya baunya tidak enak untuk dihidu. Akhlak itulah umpama bau bagi sekuntum bunga. Di tengah-tengah kebejatan sosial yang melanda umat remaja hari ini, alangkah baiknya jikalau muncul generasi muslimah yang benar-benar iltizam dengan syakhsiyyah islamiyyah. Bertudung labuh dan berjubah menjadi uniform bagi generasi muslimah yang ideal.
4. Semangat dan Istiqomah yang bersemarak di dalam jiwa generasi pejuang perlu dibentuk agar setiap usaha yang dilakukan tidak layu di pertengahan jalan. Sesungguhnya sudah ramai sebelum kita yang mempunyai bakat yang hebat dan ilmu yang mantap namun akhirnya gugur di pertengahan jalan. Golongan mutasaqitun seperti ini terlalu ramai, malah kita sendiri pun tidak boleh mendabik dada mendakwa bahawa kita pasti akan selamat. Jalan yang terbaik ialah sentiasa memanjatkan doa kepada Allah SWT agar ditetapkan iman kita selepas kita menerima hidayah (Ali-Imran, ayat 8)
5. Ikhlas di dalam apa jua gerak kerja perjuangan kerana inilah yang menjamin para muslimah untuk mendapat ganjaran di sisi Allah SWT.
KESIMPULAN
Apa yang dinyatakan di sini sekalipun secara ringkas namun ia rasanya sudah cukup untuk menjadi satu garis panduan secara umum untuk generasi remaja muslimah hari ini membentuk jatidiri diri. Sesungguhnya, perjuangan ini pastinya akan mendapat kejayaan, sekalipun tidak di dunia namun di akhirat. Jadikanlah lafaz dan ikrar yang sering dikumandangkan melalui doa iftitah di dalam solat sebagai satu kenyataan di dalam hidup. Sesungguhnya perjuangan ertinya menjala susah, meratah gundah, merelakan pengorbanan dan menanggung penderitaan. Tabahlah dan bertindaklah secara matang dalam mengharungi kepayahan, biarlah Allah menentukan hasilnya.
Ahmad Fadhli bin Shaari
18 Julai 2003
0 comments share
ReviewReviewReviewReviewReview Istimewanya Wanita Apr 28, '07 6:26 PM
for everyone
Category: Other
" Sekadar renungan buat insan yang bergelar wanita. Ketahuilah betapa istimewanya menjadi wanita. Betapa bertuahnya menjadi wanita. Bersyukurlah kerana menjadi wanita. Bacalah risalah ini dengan niat untuk diamalkan dan sampaikan kepada mereka yang lain. Insya Allah.
1. Doa wanita lebih maqbul daripada lelaki kerana sifat penyayang yang lebih kuat daripada lelaki. Ketika ditanya kepada Rasulallah s.a.w. akan hal tersebut, jawab baginda : "Ibu lebih penyayang daripada bapa dan doaorang yang penyayang tidak akan sia-sia."
2. Wanita yang solehah (baik) itu lebih baik daripada 1,000 orang lelaki yang tidak soleh.
3. Seorang wanita solehah adalah lebih baik daripada 70 orang wali.
4. Seorang wanita solehah adalah lebih baik daripada 70 lelaki soleh.
5. Barang siapa yang menggembirakan anak perempuannya, darjatnya seumpama orang yang sentiasa menangis kerana takutkan Allah s.w.t. dan orang yang takutkan Allah s.w.t. akan diharamkan api neraka ke atas tubuhnya.
6. Barang siapa yang membawa hadiah (barang makanan dari pasar ke rumah)lalu diberikan kepada keluarganya, maka pahalanya seperti bersedakah.Hendaklah mendahulukan anak perempuan daripada anak lelaki. Maka barangsiapa yang menyukakan anak perempuan seolah- olah dia
memerdekakan anak Nabi Ismail a.s.
7. Tidaklah seorang wanita yang haidh itu, kecuali haidhnya merupakan kifarat (tebusan) untuk dosa-dosanya yang telah lalu, dan apabila pada hari pertama haidhnya membaca "Alhamdulillahi'alaa Kulli Halin Wa Astaghfirullah Segala puji bagi Allah dalam segala keadaan dan aku mohon ampun kepada Allah dari segala dosa." ; maka Allah menetapkan dia bebas dari neraka dan dengan mudah melalui shiratul mustaqim yang aman dari seksa, bahkan AllahTa'ala mengangkatnya ke atas darjat, seperti darjatnya 40 orang mati syahid, apabila dia selalu berzikir kepada Allah selama haidhnya.
8. Wanita yang tinggal bersama anak-anaknya akan tinggal bersama aku(Rasulullah s.a.w.) di dalam syurga.
9. Barang siapa mempunyai tiga anak perempuan atau tiga saudara perempuan atau dua anak perempuan atau dua saudara perempuan, lalu dia bersikap ehsan dalam pergaulan dengan mereka dan mendidik mereka dengan penuh rasa taqwa serta bertanggung jawab, maka baginya adala syurga.
10. Daripada Aisyah r.ha. "Barang siapa yang diuji dengan sesuatu daripada anak-anak perempuannya, lalu dia berbuat baik kepada mereka, maka merekaakan menjadi penghalang baginya daripada api neraka."
11. Syurga itu di bawah telapak kaki ibu.
12. Apabila memanggil akan engkau dua orang ibubapamu, maka jawablah panggilan ibumu dahulu.
13. Wanita yang taat berkhidmat kepada suaminya akan tertutup pintu-pintu neraka dan terbuka pintu-pintu syurga. Masuklah dari mana-mana pintu yang dia kehendaki dengan tidak dihisab.
14. Wanita yang taat akan suaminya, semua ikan-ikan di laut, burung diudara, malaikat di langit, matahari dan bulan, semuanya beristighfar baginya selama mana dia taat kepada suaminya dan meredhainya. (serta menjaga sembahyang dan puasanya)
15. Aisyah r.ha. berkata "Aku bertanya kepada Rasulullah s.a.w. siapakah yang lebih besar haknya terhadap wanita ?" Jawab baginda, "Suaminya" "Siapa pula berhak terhadap lelaki ?" Jawab Rasulullah s.a.w. "Ibunya".
16. Seorang wanita yang apabila mengerjakan solat lima waktu, berpuasa wajib sebulan (Ramadhan), memelihara kehormatannya serta taat kepada suaminya, maka pasti akan masuk syurga dari pintu mana saja yang dia kehendaki.
17. Tiap perempuan yang menolong suaminya dalam urusan agama, maka Allah s.w.t. memasukkan dia ke dalam syurga lebih dahulu daripada suaminya(10,000 tahun).
18. Apabila seseorang perempuan mengandung janin dalam rahimnya, maka beristighfarlah para malaikat untuknya. Allah s.w.t. mencatatkan baginya setiap hari dengan 1,000 kebaikan dan menghapuskan darinya 1,000 kejahatan.
19. Dua rakaat solat dari wanita yang hamil adalah lebih baik daripada 80 rakaat solat wanita yang tidak hamil.
20. Wanita yang hamil akan dapat pahala berpuasa pada siang hari.
21. Wanita yang hamil akan dapat pahala beribadat pada malam hari.
22. Apabila seseorang perempuan mulai sakit hendak bersalin, maka Allah s.w.t. mencatatkan baginya pahala orang yang berjihad pada jalan Allah s.w.t.
23. Wanita yang bersalin akan mendapat pahala 70 tahun solat dan puasa dan setiap kesakitan pada satu uratnya Allah mengurniakan satu pahala haji.
24. Apabila seseorang perempuan melahirkan anak, keluarlah dia daripada dosa-dosa seperti keadaan ibunya melahirkannya.
25. Sekiranya wanita mati dalam masa 40 hari selepas bersalin, dia akan dikira sebagai mati syahid.
26. Wanita yang memberi minum susu kepada anaknya daripada badannya (susu badan) akan dapat satu pahala daripada tiap-tiap titik susu yang diberikannya.
27. Jika wanita menyusui anaknya sampai cukup tempoh (2 1/2 tahun), maka malaikat-malaikat di langit akan khabarkan berita bahawa syurga wajib baginya.
28. Jika wanita memberi susu badannya kepada anaknya yang menangis, Allah akan memberi pahala satu tahun solat dan puasa.
29. Wanita yang habiskan malamnya dengan tidur yang tidak selesa kerana menjaga anaknya yang sakit akan mendapat pahala seperti membebaskan 20 orang hamba.
30. Wanita yang tidak cukup tidur pada malam hari kerana menjaga anak yang sakit akan diampunkan oleh Allah akan seluruh dosanya dan bila diahiburkan hati anaknya Allah memberi 12 tahun pahala ibadat.
31. Apabila seorang wanita mencucikan pakaian suaminya, maka Allah mencatatkan baginya seribu kebaikan, dan mengampuni dua ribu kesalahannya,bahkan segala sesuatu yang disinari sang suria akan meminta keampunan baginya, dan Allah mengangkatkannya seribu darjat untuknya.
32. Seorang wanita yang solehah lebih baik daripada seribu orang lelaki yang tidak soleh, dan seorang wanita yang melayani suaminya selama seminggu, maka ditutupkan baginya tujuh pintu neraka dan dibukakan baginyalapan pintu syurga, yang dia dapat masuk dari pintu mana saja
tanpa dihisab.
33. Mana-mana wanita yang menunggu suaminya hingga pulanglah ia, disapukan mukanya, dihamparkan duduknya atau menyediakan makan minumnya atau merenung ia pada suaminya atau memegang tangannya, memperelokkan hidangan padanya,memelihara anaknya atau memanfaatkan hartanya pada suaminya kerana mencari keredhaan Allah, maka disunatkan baginya akan tiap-tiap kalimah ucapannya,tiap-tiap langkahnya dan setiap renungannya pada suaminya sebagaimana memerdekakan seorang hamba. Pada hari Qiamat kelak, Allah kurniakan Nur hingga tercengang wanita mukmin semuanya atas kurniaan rahmat itu. Tiada seorang pun yang sampai ke mertabat itu
melainkan Nabi-nabi.
34. Tidakkan putus ganjaran dari Allah kepada seorang isteri yang siang dan malamnya menggembirakan suaminya.
35. Wanita yang melihat suaminya dengan kasih sayang dan suaminya melihat isterinya dengan kasih sayang akan di pandang Allah dengan penuh rahmat.
36. Jika wanita melayan suami tanpa khianat akan mendapat pahala 12
tahun solat.
37. Wanita yang melayan dengan baik suami yang pulang ke rumah di dalam
keadaan letih akan medapat pahala jihad.
38. Jika wanita memicit suami tanpa disuruh akan mendapat pahala 7 tola emas dan jika wanita memicit suami bila disuruh akan mendapat pahala tola perak.
39. Dari Hazrat Muaz : Mana-mana wanita yang berdiri atas dua kakinya membakar roti untuk suaminya hingga muka dan tangannya kepanasan oleh api,maka diharamkan muka dan tangannya dari bakaran api neraka.
40. Thabit Al Banani berkata : Seorang wanita dari Bani Israel yang buta sebelah matanya sangat baik khidmatnya kepada suaminya. Apabila ia menghidangkan makanan dihadapan suaminya, dipegangnya pelita sehingga suaminya selesai makan. Pada suatu malam pelitanya kehabisan sumbu,
maka diambilnya rambutnya dijadikan sumbu pelita. Pada keesokkannya matanya yang buta telah celik. Allah kurniakan keramat (kemuliaan pada perempuan itu kerana memuliakan dan menghormati suaminya).
41. Pada suatu ketika di Madinah, Rasulullah s.a.w. keluar mengiringi jenazah. Baginda dapati beberapa orang wanita dalam majlis itu. Baginda lalu bertanya, "Adakah kamu menyembahyangkan mayat ?" Jawab mereka,"Tidak"Sabda Baginda "Seeloknya kamu sekelian tidak perlu ziarah
dan tidak ada pahala bagi kamu. Tetapi tinggallah di rumah dan berkhidmatlah kepada suami nescaya pahalanya sama dengan ibadat-ibadat orang lelaki.
42. Wanita yang memerah susu binatang dengan 'Bismillah' akan didoakan oleh binatang itu dengan doa keberkatan.
43. Wanita yang menguli tepung gandum dengan 'Bismillah', Allah akan berkatkan rezekinya.
44. Wanita yang menyapu lantai dengan berzikir akan mendapat pahala seperti meyapu lantai di Baitullah.
45. "Wahai Fatimah, untuk setiap wanita yang mengeluarkan peluh ketika membuat roti, Allah akan mebinakan 7 parit diantara dirinya dengan api neraka, jarak diantara parit itu ialah sejauh langit dan bumi."
46. "Wahai Fatimah, bagi setiap wanita yang memintal benang, Allah akan mencatatkan untuknya perbuatan baik sebanyak utus benang yang dibuat dan memadamkan seratus perbuatan jahat."
47. "Wahai Fatimah, untuk setiap wanita yang menganyam akan benang dibuatnya, Allah telah menentukan satu tempat khas untuknya di atas tahta di hari akhirat."
48. "Wakai Fatimah, bagi setiap wanita yang memintal benang dan kemudian dibuat pakaian untuk anak-anaknya maka Allah akan mencatatkan baginya ganjaran sama seperti orang yang memberi makan kepada 1000 orang lapar dan memberi pakaian kepada 1000 orang yang tidak berpakaian."
49. "Wahai Fatimah, bagi setiap wanita yang meminyakkan rambut anaknya,menyikatnya, mencuci pakaian mereka dan mencuci akan diri anaknya itu, Allah akan mencatatkan untuknya pekerjaan baik sebanyak helai rambut mereka dan memadamkan sebanyak itu pula pekerjaan jahat dan menjadikan dirinya kelihatan berseri di mata orang-orang yang memerhatikannya."
50. Sabda Nabi s.a.w. : "Ya Fatimah barang mana wanita meminyakkan rambut dan janggut suaminya, memotong misai dan mengerat kukunya, Allah akan memberi minum akan dia dari sungai-sungai serta diringankan Allah baginya sakaratul maut dan akan didapatinya kuburnya menjadi sebuah taman daripada taman- taman syurga dan dicatatkan Allah baginya kelepasan dari api neraka dan selamatlah ia melintas Titian Shirat."
51. Jika suami mengajarkan isterinya satu masalah akan mendapat pahala 80 tahun ibadat.
52. Wanita yang menyebabkan suaminya keluar dan berjuang ke jalan Allah dan kemudian menjaga adab rumahtangganya akan masuk syurga 500 tahun lebih awal daripada suaminya, akan menjadi ketua 70,000 maalaikat dan bidadari dan wanita itu akan dimandikan di dalam syurga, dan menunggu suaminya dengan menunggang kuda yang dibuat daripada yakut.
53. Semua orang akan dipanggil untuk melihat wajah Allah di akhirat,tetapi Allah akan datang sendiri kepada wanita yang memberati auratnya iaitu memakai purdah di dunia ini dengan istiqamah.
54. Dunia ini adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan ialah wanita (isteri) yang solehah.
55. Salah satu tanda keberkatan wanita itu ialah cepat perkahwinannya,cepat pula kehamilannya dan ringan pula maharnya (mas kahwin).
56. Sebaik-baik wanita ialah wanita (isteri) yang apabila engkau memandang kepadanya ia menggirangkan engkau, jika engkau memerintah ditaatinya perintah engkau (taat) dan jika engkau berpergian dijaga harta engkau dan dirinya.
57. Dunia yang paling aku sukai ialah wanita solehah.
PERINGATAN DAN AMARAN UNTUK WANITA
1. Pertama urusan yang ditanyakan pada hari akhirat nanti ialah mengenai solat dan mengenai urusan suaminya (apakah ia menjalankan kewajibannya atau tidak).
2. Apabila lari wanita dari rumah suaminya tidak diterima solatnya sehingga kembali ia dan menghulurkan tangannya kepada suaminya (meminta ampun).
3. Mana-mana perempuan yang memakai bau-bauan kemudian ia keluar melintasi kaum lelaki ajnabi agar mereka tercium bau harumnya maka dia adalah perempuan zina dan tiap-tiap mata yang memandang itu adalah zina.
4. Sebaik-baik wanita ialah tinggal di rumah, tidak keluar kecuali atas urusan yang mustahak. Wanita yang keluar rumah akan dipesonakan oleh iblis.Sabna Nabi s.a.w. : Perempuan itu aurat, maka apabila ia keluar mendongak syaitan memandang akan dia.
5. Haram bagi wanita melihat lelaki sebagaimana lelaki haram melihat wanita yang halal nikah kecuali dalam urusan menuntut ilmu dan berjual beli).
6. Diriwayatkan bahawa pada suatu hari ketika Rasulullah s.a.w. bersama isteri-isterinya (Ummu Salamah r.ha. dan Maimunah r.ha.), datang seorang sahabat yang buta matanya (Ibnu Maktum) Rasulullah s.a.w. menyuruh isteri-isterinya masuk ke dalam. Bertanya Ummu Salamah, "Bukankah orang itu tidak dapat melihat kami, Ya Rasulullah ?" Rasulullah s.a.w. menjawab,"Bukankah kamu dapat melihatnya."
7. Perempuan yang melabuhkan pakaian dalam keadaan berhias (bukan untuk suami dan mahramnya) adalah seumpama gelap-gelita pada hari Qiamat tiada Nur baginya.
8. Mana-mana wanita yang bermasam muka menyebabkan tersinggung suaminya,maka wanita itu dimurkai Allah sehingga ia bermanis muka dan tersenyum mesra pada suaminya.
9. Tidak boleh seorang isteri mengerjakan puasa sunat kalau suaminya ada dirumah serta tidak seizinnya dan tidak boleh memasukkan seseorang lelaki kerumahnya dengan tidak seizin suaminya.
10. Hendaklah isteri berpuas hati (redha) dengan suaminya yang telah dijodohkan oleh Allah, samada miskin atau kaya.
11. Perempuan tidak berhak keluar dari rumahnya melainkan jika terpaksa(kerana sesuatu urusan yang mustahak) dan ia juga tidak berhak melalui jalan lalu lalang melainkan ditepi-tepinya.
12. Apabila memanggil lelaki akan isterinya ke tempat tidur tetapi ditolaknya hingga marahlah suaminya, akan tidurlah wanita itu dalam laknat oleh malaikat ke pagi.
13. Wanita-wanita yang menggunakan lidahnya untuk menyakiti hati suaminya,ia akan mendapat laknat dan kemurkaan Allah, laknat malaikat juga laknat manusia sekalian.
14. Tidak harus seseorang manusia sujud kepada manusia dan jika diharuskan,maka akan aku perintahkan semua kaum wanita sujud pada suaminya kerana membesarkan dan memuliakan hak-hak suami mereka.
15. Wanita yang menyakiti hati suaminya dengan lidahnya pada hari Qiamat nanti Allah jadikan lidahnya sepanjang 70 hasta kemudian diikat kebelakang tengkoknya.
16. "Aku lihat api neraka, tidak pernah aku lihat seperti hari ini, kerana ada pemandangan yang dahsyat di dalamnya. Telah aku saksikan kebanyakkan ahli neraka ialah wanita." Rasulullah s.a.w. ditanyai, "Mengapa demikian Ya Rasulullah?" Jawab Rasulullah s.a.w. "Wanita mengkufurkan suaminya dan mengkufurkan ehsannya. Jika engkau berbuat baik kepadanya seberapabanyakpun dia masih belum rasa berpuas hati dan cukup."
17. "Kebanyakkan ahli neraka adalah terdiri dari kaum wanita." Maka menangislah mereka dan bertanya salah seorang daripada mereka, "Mengapa terjadi demikian, adakah kerana mereka berzina atau membunuh anak atau kafir ?" Jawab Nabi s.a.w. "Tidak, mereka ini ialah mereka yang tidak bersyukur akan nikmat suaminya, sesungguhnya tiap-tiap seorang kamu
adalah dalam nikmat suaminya."
18. Keadaan wanita 10 kali ganda seorang lelaki di dalam neraka dan 2 kaliganda seorang lelaki di dalam syurga.
19. "Kebanyakkan wanita itu adalah isi neraka dan kayu api." Hazrat Aishah bertanya, "Mengapa wahai Rasulullah s.a.w.?" Jawab Rasulullah s.a.w. :
i. Kerana kebanyakan perempuan itu tidak sabar dalam menghadapi kesusahan, kesakitan dan cubaan seperti kesakitan melahirkan anak, mendidik anak-anak dan melayani suami serta melakukan kerja-kerja rumah.
ii. Tiada memuji (bersyukur) di atas kemurahan Allah yang didatangkan melalui suaminya. (Jarang terdapat orang perempuan yang mahu mengucapkan terima kasih di atas pemberian suaminya.)
iii Sering mengkufurkan (engkar) terhadap nikmat Allah. (Contohnya :Apabila berlaku sesuatu pertengkaran ada isteri yang berkata sudah 10 tahun kahwin dengan awak tidak ada apa-apapun.)
iv Gemar bercakap perkara yang sia-sia yang berdosa. (Contohnya :bercakap mengenai perabot-perabot rumah yang tidak perlu dan mengumpat.)
v Kurang akal dan kurang ilmu pengetahuannya dalam agama iaitu mereka sering tertipu atau terpengaruh dengan pujuk rayu lelaki,rakan-rakan, alam sekeliling dan suasana serta kemewahan lahiriah.
20. Dari Ali bin Abi Talib r.a. : Aku dengar Rasulullah s.a.w. bersabda, "Tiga golongan dari umatku akan mengisi nereka jahanam selama 7 kali umur dunia. Mereka itu adalah :-
a. Orang yang gemuk tapi kurus
b. Orang yang berpakaian tetapi telanjang
c. Orang yang alim tapi jahil
* Adapun yang gemuk tapi kurus itu ialah wanita yang sihat tubuh badannya tetapi kurang ibadat.
* Orang yang berpakaian tetapi telanjang ialah wanita yang cukup pakaiannya tetapi tidak taat agama.
* Orang yang alim tapi jahil ialah ulamak yang menghalalkan yang haram kerana kepentingan peribadi.
21. Asma' binti Kharizah Fazari r.ha. diriwayatkan telah berkata kepada puterinya pada hari perkahwinan anaknya itu, "Wahai anakku, kini engkau akan keluar dari sarang di mana engkau dibesarkan. Engkau akan berpindah ke sebuah rumah dan hamparan yang belum engkau kenali. Itulah suami mu.Jadilah engkau tanah bagi suami mu (taat perintahnya) dan ia akan menjadi langit bagi mu (tempat bernaung). Jadilah engkau sebagai lantai supaya ia dapat menjadi tiangnya. Jangan engkau bebani dia dengan berbagai kesukaran kerana itu akan memungkinkan ia meninggalkan mu. Kalau ia mendekatimu,dekatilah ia dan jika ia menjauhi mu maka jauhilah ia dengan baik.Peliharalah benar-benar suami mu itu akan hidungnya, pendengarannya,matanya dan lain-lain. Janganlah pula ia mendengar melainkan yang enak dan janganlah ia melihat melainkan yang indah sahaja pada dirimu.
22. Pesanan Luqman kepada anaknya, "Sepanjang hidupku, aku hanya memilih 8 kalimah dari pusaka para Nabi yang lalu iaitu :-
a. Apabila engkau sedang solat kepada Allah s.w.t. maka jagalah baik-baik fikiran mu.
b. Apabila engkau berada di rumah orang lain, maka jagailah pandanganmu.
c. Apabila engkau berada di tengah-tengah majlis maka jagalah lidah mu.
d. Apabila engkau hadir dalam jamuan makan maka jagalah perangai mu.
e. Ingat kepada Allah s.w.t.
f. Lupakan budi baik mu pada orang lain.
g. Lupakan semua kesalahan orang lain terhadap mu.
h. Ingat kepada mati.
23. Perkara-perkara yang menjadikan wanita itu derhaka kepada suaminya seperti tersebut di dalam kitab Muhimmah :-
a. Menghalang suami dari bersuka-suka dengan dirinya samada untuk jimak atau menyentuh mana-mana bahagian tubuhnya.
b. Keluar rumah tanpa izin suami samada ketika suami ada di rumah atau pun tidak.
c. Keluar rumah kerana belajar ilmu yang bukan ilmu Fardhu Ain. Dibolehkan keluar untuk belajar ilmu Fardhu Ain jika suaminya tidak mampu mengajar.
d. Enggan berpindah (berhijrah) bersama suaminya.
e. Mengunci pintu, tidak membenarkan suami masuk ke rumah ketika suami ingin masuk.
f. Mermasam muka ketika berhadapan dengan suami.
g. Minta talak.
h. Berpaling atau membelakangi suami ketika bercakap.
i. Menyakiti hati suami samada dengan perkataan atau perbuatan.
j. Meninggalkan tempat tidur tanpa izin.
k. Membenarkan orang lain masuk ke dalam rumah sedangkan ia tidak disukai oleh suaminya.
24. Wajib bagi wanita :-
a. Mengekalkan malu pada suaminya.
b. Merendahkan (menundukkan) mata ketika berpandangan.
c. Mengikut kata-kata dan suruhannya.
d. Dengar dan diam ketika suami berkata-kata.
e. Berdiri menyambut kedatangannya.
f. Berdiri menghantar pemergiannya.
g. Hadir bersamanya ketika masuk tidur.
h. Memakai bau-bauan yang harum untuk suaminya.
i. Membersihkan dan menghilangkan bau mulut untuk suaminya.
j. Berhias ketika hadirnya dan tinggalkan hiasan ketika tiadanya.
k. Tiada khianat ketika tiada suaminya.
l. Memuliakan keluarga suaminya.
m. Memandang pemberian suaminya yang kecil sebagai besar dan berharga.
n. Ketahuilah, syurga dan neraka bagi seorang wanita itu bergantung
padaredha atau tidaknya suami padanya.
Nota dari penyusun :
Ada 6 pesanan untuk kaum wanita dapat diamalkan di dalam kehidupanseharianuntuk hidupkan suasana Iman dan Amal di dalam rumahtangga. Apabila adasuasana agama dalam kehidupan maka hidayat dan
nusrah (pertolongan) dariAllah akan datang. Rumahtangga dirahmati Allah, keberkatan dalam kehidupankita dan ketenangan dalam jiwa kita. 6 pesanan itu adalah amalan nurani. Amalan itu ialah :-
1. Solat di awal waktu dan galakkan kaum lelaki yang mahram bersolat
ditempat di mana azan dilaungkan iaitu di masjid atau di surau.
2. Istiqamah membaca Al-Quran dan berzikir. - Hak Al-Quran hendaklah khatam2X setahun. Jadi lapangkan tiap-tiap hari untuk membacanya. Disamping ituhendaklah kita mengingati Allah dalam apa
keadaan kita sekalipun dan dimana kita berada. Dengan melihat setiap ciptaan Allah kita dapatmengingati Allah s.w.t. Maka dianjurkan supaya dapat kita melapangkan waktu pagi (lepas subuh) dan petang hari (lepas Asar) untuk mewiridkan kalimah-kalimah tasbih, tahmid, tahlil dan takbir ie "Subhanallah Walhamdulillah Wala ilaha illallah Wallahu Akbar" jika mampu boleh di sambung "Wa la hawla walaquwata illabillahi'aliyil'azim" 100X. Selawat ke atas Nabi 100X danberistighfar 100X. Selain daripada itu amalkanlah doa-doa masnun - doa yang diucapkan ketika melakukan sesuatu perbuatan ie masa hendak
makan, tidur,masuk dan keluar tandas dsb.
3. Istiqamah menghidupkan Takleem dan Taklum (belajar dan mengajar ilmu agama). - Lapangkanlah masa yang sesuai walau seketika supaya semua ahli keluarga dapat menghidupkan majlis ilmu ini. Duduklah seperti duduknya kita di dalam solat ie menutup aurat, berkeadaan suci dan berbau wangi. Majlis mempelajari agama ini terbahagi kepada dua iaitu :
Pertama - Majlis berkenaan hadis-hadis mengenai kelebihan beramal. Ini adalah untuk menimbulkan keghairahan dalam ahli keluarga untuk beramal. Kedua - Majlis berkenaan masalah-masalah agama (hukum-ahkam dalam ibadat). Wajib suami untuk mengajar anak dan isteri mengenainya. Jika
tidak tahu wajib atasnya untuk belajar.
4. Mendidik anak secara agama dan sunnah.
5. Hidup sederhana.
6. Menggalakkan suami / mahram yang lelaki untuk usaha atas agama dakwah illallah (mengembangkan agama). - Secara Baironi : di luar kampung halamankita dan Maqami : Di dalam qariah kampung halaman kita.
Akhir sekali semoga kita sama-sama dapat mengamalkan 6 pesanan ini dalam rumahtangga kita secara istiqamah dan ikhlas setiap hari. Juga untuk jadi isteri yang beriman dan solehah hendaklah kita taat pada
suami. Jika suami redha ke atas kita maka Allah s.w.t. akan redha ke atas kita. Berzikir ,berdoa, beristighfar, membaca Al-Quran dan berselawat adalah amalan-amalan utama yang harus dikekalkan oleh setiap umat islam untuk kesempurnaan Imandan Islamnya. Semuanya itu menjadi penawar bagi hati dan jiwa yang rusuhdan resah gelisah. Waallahu'alam.
Yang baik itu semuanya datang daripada Allah dan segala kesilapan dan yang buruk datang daripada kelemahan dan nafsu saya sendiri. Semoga Allah ampun kesilapan saya ini. Berdoalah semoga Allah beri kita kekuatan dan taufiq dariNya untuk sama-sama kita dapat amalkan dan sampaikan kepada yang lain. Insya Allah.
0 comments share
TUNJANG TARBIYYAH GERAKAN ISLAM Apr 28, '07 6:21 PM
Diantara sekian nizam tarbiyyah, usrah dianggap sebagai tunjang tarbiyyah gerakan Islam kerana ciri-cirinya yang tersendiri yang mampu menjadi wasilah yang paling berkesan dalam mencapai matlamat tarbiyyah gerakan Islam. Oleh itu, marilah kita kaji dan teliti tentang ciri-ciri tersebut.
Apakah itu Usrah?
Usrah berasal dari perkataan Arab yang ertinya keluarga. Ia adalah medan yang hidup untuk ahli-ahli bekerjasama untuk melaksanakan dan menghayati Islam. Ia mengikat diantara satu sama lain dengan ukhuwwah. Mereka saling tolong menolong dan boleh dipimpin melalui usrah ini. Usrah bukanlah semata-mata suatu pertemuan yang diadakan sebagai medan perbincangan ilmu atau peringatan. Firman Allah SWT:
" Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syiar-syiar Allah, dan janganlah melanggar kehormatan bulan-bulan Haram, jangan (menggangu) binatang-binatang had-nya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan pula mengganggu oarang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum kerana mereka menghalangi-halangi kamu dari Masjidil Haram, mendorong mu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam membuat berbuat dosa dan pelanggaran, Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksanya." Al-Ma'idah (5:2)
Tujuan Usrah
Terdapat tiga tujuan asas usrah:
Meningkatkan kefahaman ahli-ahli dan menentukan sikap Islam terhadap sesuatu masalah.
Meningkatkan penghayatan dan menimbulkan perasaan tanggungjawab terhadap ajaran Islam secara fardhi (individu) dan jama'i.
Mengukuhkan persaudaraan Islamiah dan memupuk semangat bertindak secara berjamaah.
1. Meningkatkan Kefahaman Ahli
Memahami sesuatu perkara amatlah penting. Peranan ilmu terletak di sini. Dengan ilmu, dapat difahami sesuatu perkara. Dengan kefahaman yang betul, sesuatu sikap dan pendirian akan ditentukan. Firman Allah SWT:
"(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran."
Az-Zumar (39:9)
Oleh itu, peningkatan kepada kefahaman mestilah dipupuk pada setiap masa khasnya didalam usrah. Kehadiran yang terhad bilangannya membolehkan ahli-ahli mendalami sesuatu perkara daripada semua sudut.
Suatu kefahaman yang tepat dan seragam boleh dibentuk dikalangan ahli melalui usrah. Dengan keseragaman dan kesatuan faham ini akan menghasilkan kesatuan fikrah, tujuan dan tindakan.
Sebarang kefahaman yang tidak tepat dikalangan ahli boleh diketahui dan dibetulkan didalam usrah. Kefahaman yang tidak tepat ini jika tidak dibetulkan dari awal lagi, boleh merosakkan ahli dan juga jama'ah.
Pertemuan usrah adalah menjadi medan perbincangan ilmu dikalangan ahli. Ilmu yang didapati akan menentukan kefahaman dan fikrah mereka. Oleh yang demikian, usrah adalah merupakan wasilah pembentukan kefahaman dan fikrah ahli-ahli gerakan Islam.
2. Menambah Penghayatan
Seseorang yang tahu sesuatu perkara belum tentu dia melaksanakannya. Yang diketahuinya lain dan yang dibuatnya lain. Untuk menghapuskan jurang antara pengetahuan yang tidak membuahkan perbuatan dan amalan, sistem muhasabah dilaksanakan didalam usrah.
Sesuatu yang telah diketahui dan difahami hendaklah dihayati oleh ahli-ahli. Usrah berperanan untuk mempastikannya dan menimbulkan perasaan tanggungjawab terhadap Islam secara peribadi dan jama'i
3. Mengukuhkan Persaudaraan dan Bertindak Berjamaah
Tidak syak lagi bahawa ikatan ukhuwwah Islamiah amat penting sekali dalam Islam. Perasaan saling berkasih sayang kerana Allah, bekerjasama dan bantu membantu mestilah dipupuk dikalangan ahli. Dengan kekuatan ukhuwwah Islamiah ini, penghayatan Islam dapat dilaksanakan dengan baik. Ini dapat dilakukan didalam usrah. Firman Allah SWT:
"Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara kerana itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat." Al-Hujuraat (49:10)
Semangat bertindak secara berjamaah juga menjadi tuntutan. Tanpa tindakan secara jama'i, gerakan Islam menjadi huru-hara dan tidak dapat menjalankan peranannya dengan baik. Amal jama'i hendaklah diamalkan diperingkat paling asas iaitu didalam usrah. Perancangan kerja boleh dibuat kalangan ahli dalam pertemuan-pertemuan usrah. Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kukuh." Ash-Shaff (61:4)
Rukun Usrah
Rukun ikatan usrah ini mempunyai tiga perkara yang mana mestilah dipelihara dan diambil berat supaya ikatan usrah tersebut tidaklah semata-mata menjadi suatu beban yang tidak mempunyai erti.
• Berkenalan (Ta'aruf)
• Bersefahaman (Tafahum)
• Saling Bantu Membantu (Takaful)
1. Ta'aruf
Hendaklah ahli-ahli usrah berkenal-kenalan diantara satu sama lain serta berkasih sayang dengan semangat cinta kepada agama Allah. Setiap ahli hendaklah berusaha bersungguh-sungguh supaya jangan ada apa pun yang boleh mengeruhkan ukhuwwah itu.
2. Tafahum
Setiap ahli hendaklah berpegang dengan kebenaran, iaitu dengan melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan laranganNya. Setelah memeriksa diri sendiri samada telah taat ataupun telah derhaka kepada Allah, hendaklah pula nasihat menasihati di antara satu sama lain. Hendaklah nasihat itu diberi dengan cara yang baik dan bijaksana. Nasihat pula hendaklah diterima dengan cara yang baik dan bijaksana. Nasihat pula hendaklah diterima dengan lapang dada. Ini semua dilakukan hasil daripada sama-sama faham dan sama-sama beramal. Sabda Nabi SAW:
"Ad-din itu nasihat."
3. Takaful
Iaitu dasar memelihara nasib sesama sendiri supaya jangan ada yang terbiar atau terlantar. Dasar ini merupakan tunjang iman dan intisari ukhuwwah sejati. Oleh itu hendaklah setiap ahli sentiasa bertanya khabar, ziarah menziarahi dan berganti-ganti membuat kebajikan dengan jalan segera menolong diantara satu sama lain sedaya upaya. Sabda Nabi SAW:
"Kalau seseorang dari kamu itu berjalan kerana hendak menolong saudaranya adalah lebih baik baginya daripada ia beri'tikaf sebulan di masjidku ini"
Berdasarkan penjelasan tadi fahamlah kita bahawa usrah bukanlah hanya sekadar majlis perbincangan ilmu atau peringatan tetapi ia adalah suatu medan yang hidup di mana ahli-ahli usrah meningkatkan kefahaman serta menghayati Islam secara bersama-sama. Ini semua didasarkan kepada ukhuwwah Islamiah di mana ahli-ahli usrah saling berkasih sayang, nasihat menasihati dan bantu membantu. Tanpa ukhuwwah Islamiah sejati ini, usrah hanyalah menjadi medan perbincangan ilmu yang tidak membuahkan apa-apa.
Perlaksanaan Usrah
Usrah mempunyai beberapa ciri yang membezakannya dari nizam-nizam tarbiyyah yang lain. Ciri-ciri ini menyebabkan ia amat penting sekali dihidupkan didalam gerakan Islam.
1. Berterusan
Usrah adalah suatu nizam tarbiyyah yang bersifat harian atau mingguan. Ciri ini amatlah penting didalam proses tarbiyyah kerana proses tarbiyyah adalah suatu yang berterusan. Ia bukanlah suatu yang bersifat sekali-sekala. Ahli-ahli mestilah ditarbiyyah secara berterusan dan disepanjang masa. Tarbiyyah yang bersifat sekali-sekala atau terputus-putus tidak dapat mencapai kesan yang diharapkan. Oleh yang demikian, sesuatu program tarbiyyah yang dilakukan sekali-sekala dan tidak bersifat harian atau mingguan bukanlah dikatakan usrah yang sebenarnya.
Rasulullah SAW telah mentarbiyyah sahabat-sahabatnya sejak awal-awal Islam lagi hinggalah ia berterusan di Madinah. Rasulullah SAW bersabda:
"Barangsiapa menyamakan dua harinya maka ia tertipu"
Dengan proses tarbiyyah yang berterusan seseorang itu akan dapat ditingkatkan dirinya dari sehari ke sehari. Di sinilah bezanya usrah dari nizam tarbiyyah yang lain. Ahli-ahli usrah sentiasa nasihat menasihati disepanjang masa dan bantu membantu dalam menghayati Islam. Ada hubungan yang langsung dan pergaulan yang rapat diantara sesama lain.
Proses tarbiyyah tidak boleh terputus dengan sebab sesuatu amal (program) atau kesusahan. Ia lebih-lebih perlu lagi dalam keadaan yang genting dan kesusahan.
Daurah atau tamrin (bersifat bulanan atau sekali sekala) yang diadakan oleh gerakan Islam hanyalah berfungsi sebagai pembantu atau tambahan kepada program harian atau mingguan yang mesti diikuti oleh ahli (iaitu usrah).
2. Meluas
Semua ahli gerakan Islam mesti ditarbiyyah samada dari golongan pengikut dan pekerja mahupun pimpinan. Semua ahli berhajatkan kepada tarbiyyah. Semua orang diperintahkan oleh Allah SWT supaya beribadat dan bertaqwa kepadaNya. Ini semua memerlukan kepada tarbiyyah. Iman sentiasa diuji pada setiap orang-orang yang beriman. Firman Allah SWT:
"Apakah manusia itu mengira bahawa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?" Al-Ankabuut (29:2)
Dengan perlaksanaan usrah yang meluas didalam gerakan Islam, dapatlah dipastikan bahawa tidak ada ahli yang terlepas daripada program tarbiyyah.
3. Perancangan
Didalam usrah, perancangan tarbiyyah boleh dilakukan. Proses tarbiyyah tidak boleh dilakukan secara semborono atau mengikut rasa. Perancangan adalah penting. Perkara-perkara seperti kesyumulan, tawazun, awwaliyat dan sebagainya hendaklah dipastikan didalam usrah. Ini semua menuntut kepada perancangan.
Oleh itu, setiap usrah mestilah mempunyai manhajnya. Manhajnya hendaklah ditentukan oleh gerakan Islam. Dengan itu, matlamat tarbiyyah gerakan Islam akan dapat dicapai.
Pertemuan Usrah
Pertemuan-pertemuan mingguan hendaklah dipenuhkan dengan:
1. Membentangkan kesulitan dan masalah
Setiap ahli membentangkan kesulitannya dan ahli yang lain hendaklah mengambil berat untuk menolongnya. Ini dilakukan dengan suasana ukhuwwah yang sejati dan ikhlas kerana Allah SWT.
2. Bermuzakarah
Hendaklah bertukar-tukar fikiran mengenai urusan-urusan Islam. Risalah-risalah arahan dan taklimat pimpinan yang diedarkan kepada seluruh cawangan usrah hendaklah ditatap. Sebarang kemusykilan hendaklah dirujukkan kepada pimpinan. Firman Allah SWT:
"Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri diantara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah kerana kurnia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil sahaja (diantaramu)." An-Nisaa' (4:83)
Dengan itu juga dapat dipastikan keseragaman faham, fikrah, tujuan dan tindakan dikalangan semua ahli didalam sesuatu gerakan Islam.
3. Kajian Ilmu
Al-Quran dan As-Sunnah hendaklah menjadi dasar dan rujukan. Pengajian berkenaan kedua-duanya hendaklah dibuat. Penghafalan nas kedua-duanya hendaklah cuba diusahakan supaya menghadamkan pembelajaran dan penghayatannya.
Hendaklah mengadakan suatu kajian yang berfaedah mengenai sesuatu kitab yang bernutu atau sesuatu ilmu yang penting dan bermanfa'at.
Untuk menjayakan pertemuan usrah, setiap ahli hendaklah bersedia dengan arahan dan tugas yang telah diberikan. Kejayaan usrah bergantung kepada penglibatan ahli semuanya. Ahli-ahli hendaklah bertanggungjawab.
Dengan perbincangan yang dilakukan dapat dikembangkan dan dimatangkan ilmu dengan bertukar-tukar ilmu dan kefahaman walaupun mungkin asalnya semua ahli-ahli usrah menpunyai tahap ilmu yang lebih kurang sama.
4. Muhasabah
Hendaklah dihidupkan didalam pertemuan usrah amalan muhasabah. Sabda Rasulullah SAW:
"Seorang mukmin adalah cermin bagi saudaranya."
Penghayatan Islam
Selain pertemuan mingguan, program-program seperti berpuasa seminggu sekali, solat berjamaah di masjid, qiamullail, mengembara atau berkhemah, amal-amal kebajikan masyarakat dan sebagainya hendaklah diusahakan juga. Dengan usaha-usaha ini, tidaklah usrah itu hanya sekadar menjadi program pertemuan mingguan semata-mata tanpa penghayatan Islam yang hidup samada secara fardhi atau jama'i.
Beberapa Peringatan
Neraca usrah yang berjaya:
• Sejauhmana peningkatan kefahaman ahli tentang Islam.
• Sejauhmana peningkatan ta'awun ahli untuk menghayati Islam.
• Sejauhmana ikatan ukhuwwah dapat ditingkatkan
• Sejauhmana amal jama'i dapat dihidupkan.
Harus wujud dalam usrah:
• Ilmu yang bermanfaat.
• Aqidah yang sejahtera.
• Ibadat yang sah.
Akhlaq yang mulia.
Istiqamah untuk melakukan perintah Allah SWT.
2 comments share
ReviewReviewReviewReviewReview Romantis di Mata Laki-Laki Apr 22, '07 3:22 AM
for everyone
Category: Other
Publikasi: 27/10/2004 10:05 WIB
eramuslim - Membicarakan masalah persepsi romantis bagi laki-laki rasanya seperti membahas sesuatu yang akan membuat orang tersipu-sipu malu.
Persepsi laki-laki dan wanita tentang romantisme ternyata tidak selalu sama. Bagi laki-laki, romantisme orientasinya adalah tujuan, jadi harus nyata, bukan simbol. Hal ini dibuktikan dengan romantis bagi suami memerlukan kedekatan istri secara fisik. Bagi laki-laki kartu ucapan bertuliskan "I miss you" mungkin kurang romantis. Begitu pula jika ada pihak ketiga yang ikut nimbrung dalam suatu momen romantis (maksudnya anak). Lain halnya dengan wanita. Wanita mengasosiasikan romantisme dengan hal-hal yang berorientasi kepada hubungan yang serasi, penuh cinta kasih, tidak selalu fisik. Itulah sebabnya seorang wanita menganggap pemberian bunga, puisi dan rayuan sebagai perilaku romantis.
Kebutuhan akan romantisme sebenarnya ada pada pihak wanita. Wanita memerlukan semua ritual romantis yang mampu dilakukan laki-laki. Ini merupakan penjelasan mengapa novel-novel percintaan dan sinetron berbumbu romantisme selalu laris. Singkatnya kalau para wanita itu memiliki para suami yang romantis, buat apa mereka berangan-angan mencari romantisme lewat novel dan sinetron?
Namun bukan berarti laki-laki tidak butuh romantisme. Karena masalahnya adalah biasanya untuk urusan romantisme, suami melakukan sesuatu atau memberikan sesuatu kepada istri. Padahal tidak semua laki-laki memiliki sense of romance yang sama dengan istrinya. Sehingga kemesraan dan kebahagiaan yang diharapkan sebagai tujuan dari ritual romantis itu tidak selalu tercapai.
Jika wanita merasa romantis maka ia akan merasa dicintai dan dipuja. Sedangkan jika laki-laki merasa romantis maka ia akan merasa dicintai dan gairahnya akan bangkit.
Seorang suami yang merasa mendapatkan perlakuan yang nyaman dari istrinya akan merasa lebih bahagia dan romantis. Ketika suami melakukan hal-hal kecil untuk istri, ucapan terimakasih dan wajah yang gembira akan menjadi kebahagiaan yang manis bagi suami. Penghargaan istri terhadap hal-hal yang dilakukan suami merupakan hal yang romantis bagi suami.
Ketika seorang istri menyatakan rasa puas dan bahagia atas semua yang dilakukan suami, maka suami akan merasa sebagai seorang pahlawan yang menang perang. Ia akan merasa bahagia, romantis dan gagah perkasa dalam waktu yang bersamaan.
Laki-laki memerlukan waktu-waktu tertentu untuk berkumpul dengan sesama laki-laki. Pada saat-saat seperti ini laki-laki akan merasa nyaman jika istrinya memberikan kepercayaan penuh dan tidak usil dengan kehidupan sosial bersama teman-temannya. Setelah beberapa saat berada dalam lingkungan maskulin, para suami akan lebih merindukan istri.
Sebagaimana wanita, para laki-laki pun perlu merasa romantisme mereka dimanjakan oleh para istri. Seorang istri sebaiknya menyambut isyarat-isyarat gairah suami dengan baik. Jangan sampai ada kesan enggan apalagi jual mahal. Penolakan sama sekali tidak romantis buat laki-laki.
Terlepas dari semua teori tentang romantisme. Romantis adalah sesuatu yang dapat dirasakan dan dinikmati bersama. Baik bentuknya merupakan kontak fisik maupun batin. Adapun Rasulullah SAW yang memanggil Aisyah dengan panggilan sayang Humairo (Yang berpipi kemerah-merahan). Rasul juga mandi bersama Aisyah dan saling berebut gayung dengan mesra. Bahkan Rasulullah SAW begitu melankolis sehingga selalu terkenang-kenang akan Khadijah almarhumah sehingga kerap mengirim hadiah kepada sahabat-sahabat Khadijah semasa hidup. Sense of romance Rasulullah sangat tinggi, beliau selalu memperlakukan para wanita dengan perlakuan terbaik.
Tulisan ini pernah dimuat dalam Majalah Safina No. 7 Tahun I, September 2003.
1 comment share
ReviewReviewReviewReviewReview Menjadi Istri yang Selalu Dicintai Suami Apr 22, '07 3:21 AM
for everyone
Category: Other
Publikasi: 17/09/2004 11:24 WIB
eramuslim - Kebanyakan istri beranggapan bahwa mereka berhak atas cinta suaminya. Anggapan ini tidak sepenuhnya salah, karena memang salah satu pilar tegaknya sebuah rumah tangga bahagia adalah adanya mawaddah (cinta) antara suami istri. Tetapi patut direnungkan, bahwa cinta tidak datang dengan sendirinya, dan ketika ia hadir, tidak ada yang dapat menjamin ia akan menetap selamanya. Apa artinya ini? Ya, artinya adalah bahwa cinta memerlukan usaha! Jika ingin suami selalu cinta kepada Anda, Anda tidak boleh hanya diam dan berkata, "lho, dia kan suami saya, otomatis dia mencintai saya dong! Kalau tidak, ngapain dia memilih saya untuk jadi istrinya?"
Bahwa suami mencintai Anda karena Anda adalah istrinya memang betul, tetapi apakah Anda yakin cintanya selalu ada dan terus ada selamanya? Banyak perempuan yang tidak merasa yakin, setelah menjalani kehidupan rumah tangganya sekian tahun, apakah suami saya masih mencintai saya seperti dulu? Karena itu, berhentilah bersikap pragmatis, berusahalah membuat suami Anda selalu cinta, bahkan dari hari ke hari semakin bertambah cinta kepada Anda!
Sebelum membicarakan cara membuat suami selalu cinta, ada satu hal yang menjadi inti persoalan dan tidak boleh dilupakan, yaitu bahwa cinta adalah anugerah yang diberikan Allah kepada hamba-hambaNya, dan inilah yang disebut cinta yang hakiki atau cinta sejati. Allah-lah pemilik cinta, Allah-lah yang menjadikan cinta antara suami-istri. "Dan diantara ayat-ayatNya adalah diciptakanNya untukmu istri-istri dari jenismu sendiri agar kamu merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir." (QS Ar-Ruum:21).
Karena itu, diatas segala-galanya, seorang istri yang ingin selalu dicintai suaminya hendaknya menyadari bahwa jurus yang paling penting dan efektif untuk meraih itu adalah dengan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Bagaimana caranya? Yaitu dengan berusaha sekuat tenaga untuk mentaati dan menjalankan perintahNya serta menjauhi laranganNya. Dengan kata lain, dengan cara berusaha menjadi seorang muslimah shalihah. Harm bin Hayyan, seorang ulama di masa Khalifah Umar bin Khattab ra berkata, "Tiada seorang hamba yang mendekatkan dirinya kepada Allah SWT, melainkan Allah akan mendekatkan hati orang-orang mukmin kepadanya, dan istri yang senantiasa mendekatkan dirinya kepada Allah, maka Allah akan mendekatkan hati suaminya kepadanya sampai ia mendapatkan cintanya."
Enam Saran Agar Suami Selalu Cinta
Berusaha dengan tulus dan ikhlas 'menyerahkan hidupnya' untuk berbakti kepada suami sambil berharap pahala Allah. Potensi yang dimilikinya, kedudukannya di masyarakat dan kesibukannya beraktivitas diluar rumah tidak membuat dirinya terlena dan lupa bahwa ia memiliki peluang meraih syurga Allah dengan berbakti kepada suaminya. "Apabila seorang perempuan menunaikan shalat, puasa, memelihara kemaluannya dan berbakti, mentaati suaminya, dia akan masuk syurga." (HR al-Bazzar). Istri seperti ini memiliki nilai yang tinggi di mata suaminya dan akan selalu dicintai suaminya.
Berusaha untuk menjadi perempuan yang bersahaja dalam nafkah. Tidak banyak menuntut, menerima dengan rasa syukur betapapun sedikitnya pemberian suami, dan tidak berlebihan dalam membelanjakan nafkah yang diberikan suami. Bila Anda sanggup selalu bersikap seperti ini, cinta suami akan selalu tercurah untuk Anda.
Sederhana dalam penampilan. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa umumnya laki-laki tidak menyukai perempuan yang berpenampilan seronok dengan wajah penuh riasan tebal, sebaliknya kesederhanaan lebih menarik bagi mereka karena menurut mereka lebih memancarkan kecantikan perempuan. Tetapi ini tentu saja relatif, karena itu, kenali kecenderungan suami Anda, apakah ia menyukai penampilan yang wah atau yang sederhana? Kemudian setiap bersamanya, sesuaikan penampilan Anda dengan kecenderungannya itu. "Sebaik-baik perempuan adalah yang menyenangkanmu bila engkau memandangnya, mentaatimu bila engkau perintahkan dan menjaga dirinya dan hartamu bila engkau tidak di rumah" (HR Thabrani).
Berusaha untuk selalu sabar dan tidak menyakiti hati suami. Adanya perselisihan atau perbedaan pendapat diantara suami istri terkadang dapat memicu terjadinya pertengkaran kecil atau besar. Bila Anda menghadapi keadaan ini, ingatlah, Anda sedang berhadapan dengan seseorang yang Allah berikan kepadanya hak yang sangat besar atas diri Anda. "Seorang perempuan belum dianggap menunaikan hak Tuhannya sehingga ia menunaikan hak suaminya." (HR Ibnu Majah).
Karena itu apapun yang bergejolak dihati Anda, berusahalah untuk tetap sabar dan menahan diri untuk tidak menyakiti hati suami Anda. "Tidaklah seorang perempuan menyakiti hati suaminya di dunia, melainkan bidadari calon istrinya (di akhirat) berkata, "Janganlah engkau sakiti dia, Allah membencimu. Sesungguhnya dia disisimu hanya sementara waktu, dan akan berpisah darimu untuk berkumpul dengan kami." (HR Ahmad).
Percayalah, istri yang mampu bersikap seperti ini akan selalu dicintai suaminya.
Dapat mendampingi suami dalam suka dan duka. Roda kehidupan selalu berputar, kadang manusia mengalami saat-saat yang menggembirakan dimana kehidupan berjalan sesuai dengan harapan. Adakalanya manusia mengalami hal yang sebaliknya. Nah, apapun keadaan yang dialami suami Anda, berusahalah menjadi pendampingnya yang setia. Disaat suka menjadi pengingat agar suami tidak terlena, disaat duka menjadi pelipur lara.
Berusaha untuk menjadi partner yang menyenangkan di kamar tidur. Banyak perempuan masih merasa malu untuk bersikap agresif meski kepada suaminya sendiri. Ini karena adanya anggapan bahwa perempuan yang agresif terkesan murahan dan tidak terhormat. Tentu saja anggapan ini tidak berlaku untuk seorang istri yang agresif kepada suaminya sendiri. Belajarlah cara dan teknik menyenangkan suami di tempat tidur dan Anda akan mendapati suami selalu melimpahkan cintanya untuk Anda!
Selamat mencoba! oth;'/>
Posting Komentar